REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa bumi berkekuatan 6,1 SR sempat mengguncang sejumlah wilayah di Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta pada Selasa siang (23/1). Kepanikan warga ibu kota terekam tatkala getaran yang cukup kuat dirasakan selama beberapa menit.
Gempa bumi tektonik yang terjadi pukul 13:34 WIB pada Selasa (23/1) tersebut berpusat di Samudera Hindia Selatan. Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG melaporkan, pusat gempa berlokasi di laut pada jarak 43 km arah selatan Kota Muarabinuangeun, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, pada kedalaman 61 km.
Selain memicu kepanikan, gempa tersebut juga mengakibatkan kerusakan sejumlah rumah di Kapubaten Lebak, Banten. Hingga Selasa (23/1), Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, Madias, mengatakan, jumlah rumah yang mengalami kerusakan mencapai lebih dari 1.200 unit.
Menurutnya, rumah yang rusak berat ialah sebanyak 146 unit, sementara sisanya mengalami rusak ringan. Ia mengatakan, semua rumah yang mengalami kerusakan tersebar di 18 kecamatan.
Menindaklanjuti dampak serius dari gempa tersebut, lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak tinggal diam. Tim Emergency Response ACT segera bergerak menuju lokasi terdampak di hari yang sama.
Koordinator Tim Emergency Response untuk bencana gempa di Lebak, Lukman Solehudin, mengatakan, berdasarkan pendataan tim di lapangan, dari belasan kecamatan yang ada di Lebak, tiga kecamatan mengalami dampak terparah. Mereka di antaranya Kecamatan Bayah, Kecamatan Cilograng, dan Kecamatan Cijaku.
Lukman mengatakan, lebih dari 100 rumah mengalami rusak ringan dan berat di masing-masing kecamatan. Di Kecamatan Bayah, misalnya. Dari data yang didapatkan, jumlah rumah yang mengalami kerusakan ringan mencapai 118 unit. Sementara itu, rumah yang mengalami kerusakan berat terdapat sebanyak 24 rumah. Di Kecamatan Cilograng dan Cijaku, rumah yang rusak ringan sebanyak 107 dan 140 unit.
"Kami melihat beberapa rumah tidak lagi memiliki tembok yang utuh. Ada juga yang bagian atapnya rusak ringan hingga berat," kata Lukman, dalam keterangan rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (25/1).
Lukman menuturkan, beberapa warga di Kecamatan Bayah harus mengungsi ke tempat yang lebih aman lantaran kondisi rumah mereka yang rusak. Menurutnya, sebagian warga mengungsi di rumah tetangga atau saudara mereka yang rumahnya tidak mengalami kerusakan.
Sementara itu, adapula yang yang memilih untuk tetap tinggal di rumah mereka. Untuk sementara waktu, Lukman mengatakan mereka menggunakan terpal untuk menutupi bagian dinding atau atap yang bolong.
"Oleh karena itu, terpal menjadi kebutuhan utama para warga dengan kondisi rumah yang rusak akibat gempa," lanjutnya.
Menanggapi kebutuhan mendesak itulah, Lukman mengatakan, ACT mendirikan posko kemanusiaan yang menampung berbagai bantuan kemanusiaan pada Rabu (24/1). Posko tersebut berlokasi di Kampung Gempol 2, Desa Sawarna, Kecamatan Bayah. Ia mengatakan, posko tersebut nantinya akan mendukung kegiatan pendistribusian bantuan untuk korban gempa.
"Saat ini, bantuan yang sudah kami bagikan adalah terpal, mengingat banyak warga di Desa Sawarna yang membutuhkan terpal tersebut. Insya Allah, ke depannya kami akan terus menyalurkan bantuan lainnya yang dibutuhkan korban," tambahnya.