Jumat 23 Feb 2018 18:01 WIB

Duterte Tuding Rappler Didukung Badan Intelijen AS

Duterte mengatakan Rappler mencoba merongrong pemerintahannya.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte sebelum naik ke pesawat untuk kunjungan tiga hari ke Jepang, Selasa (25/10).
Foto: AP
Presiden Filipina Rodrigo Duterte sebelum naik ke pesawat untuk kunjungan tiga hari ke Jepang, Selasa (25/10).

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte teguh dengan keputusannya melarang media lokal Rappler dari negaranya, Kamis (22/2). Rappler dituding mencoba merongrong pemerintahannya dengan dukungan dari Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA).

"Itu merupakan sejarah dari CIA, mereka memelihara lawan politik dan akhirnya mereka akan memilih kandidat yang bisa mereka atur," kata Duterte kepada wartawan.

Ia mengatakan media daring, yang memiliki reputasi pelaporan investigasi dan pertanyaan sulitnya, itu mungkin disponsori oleh CIA dan akan mengambil setiap kesempatan melemahkan pemerintahannya. Ini bukan pertama kalinya Presiden Duterte mengatakan CIA kemungkinan terlibat dalam Rappler.

photo
Lembaga intelijen AS (CIA)

Duterte tidak basa-basi pada dendamnya terhadap AS yang telah menyatakan keprihatinannya pada perang obat bius di Filipina yang mengerikan, di mana ribuan orang terbunuh dalam baku tembak dengan polisi atau orang-orang bersenjata tak dikenal.

Dalam sebuah berita tentang pidato Duterte, Rappler menegaskan kembali media tersebut 100 persen dimiliki oleh orang-orang dari Filipina dan sama sekali tidak dikendalikan CIA. Rappler menyebut keputusan Duterte melarang media itu dari acaranya di negara merupakan contoh lain dari kekuasaan yang mencoba mengintimidasi jurnalis independen.

Kritik Duterte terhadap Rappler telah menambah kekhawatiran tentang beberapa pemerintah di wilayah ini yang melakukan tekanan lebih ketat pada media tersebut.

Duterte mengatakan Rappler bukan agen yang sah menurut komisi Pertukaran dan Keamanan (SEC), yang telah mencabut perizinan karena pelanggaran kepemilikan. Keputusan SEC bukanlah eksekusi dan Rappler telah menggambarkannya sebagai hal yang menggelikan. Media tersebut terus beroperasi sambil menunggu banding.

"Saya sekarang meminta tindakan eksekutif berdasarkan keputusan SEC," kata Duterte dalam membenarkan perintahnya melarang Rappler meliput acara resminya.

Duterte sering bertengkar selama kegiatan peliputan dengan reporter istana kepresidenan Rappler, Pia Ranada, dan berulang kali kesal dengan pengawasan organisasi terhadap perang terhadap narkoba. Rappler dikenal karena tulisannya yang mempertanyakan keakuratan pernyataan publik Duterte dan menyoroti hubungan kantornya dengan blogger yang unggahannya telah menimbulkan kebencian daring terhadap lawan presiden.

Namun, satu artikel yang memuat tajuk utama yang mengatakan ajudan terdekat Duterte, Christopher Go telah melakukan intervensi dalam pengadaan kapal Angkatan Laut kelas fregat pada bulan lalu tampaknya merupakan hal terakhir yang memicu kemarahan. Kasus itu memicu kemarahan di mana Duterte mengatakan media itu telah menciptakan sampah dan merupakan media berita palsu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement