REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Erick Thohir mengatakan organisasinya tidak bisa sendirian melobi agar kelas 62 kilogram angkat besi tetap diperlombakan pada Asian Games 2018. Dia mengatakan Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi, Berat, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PB PABBSI) juga melakukan lobi kepada Federasi Angkat Besi Asia (AWF).
AWF mencoret perlombaan kelas 62 kilogram pada Asian Games 2018 bersadarkan surat kepitusan pada 11 Februari lalu dan ditandatangani oleh Presiden AWF Mohamed Yousef Almana. Alasannya, skandal doping di cabang olahraga yang terjadi pada Olimpiade 2016.
Skandal doping itu berbuntut pada pengurangan perlombaan pada Olimpiade 2020 yang digelar di Tokyo, Jepang. Nomor yang dicoret pada Olimpiade 2020 di antaranya kelas 62 kilogram.
Pencoretan ini akan merugikan kontingen Indonesia. Sebab, pada kelas tersebut, ada atlet andalan Indonesia, yakni Eko Yuli Irawan. Eko, PB PABBSI, dan pemerintah optimistis akan meraih medali emas tahun karena absennya Kim Un-guk asal Korea Utara serta lifter asal Cina dan Kazakhstan lantaran kasus doping.
Tanpa Kim Un-guk dan kontestan dari Cina, hanya Vietnam yang bisa mengganjal peluang Eko Yuli meraih medali emas di depan publik sendiri. Vietnam diperkuat oleh Trinh Van Vinh yang mengalahkan Eko Yuli pada SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Agustus tahun lalu, Trinh mengakhiri dominasi Eko Yuli pada kelas 62 kilogram putra SEA Games. Trinh, yang merupakan pendatang baru, berhasil mengangkat besi 307 kilogram, atau satu kilogram lebih berat dari total angkatan Eko Yuli.
PB PABBSI akan meminta bantuan Ketua KOI yang juga Ketua Panitia Penyelenggara Asian Games (Inasgoc) Erick Thohir untuk melobi Dewan Olimpiade Asian (OCA) agar kelas 62 kilogram cabang angkat besi tetap diperlombakan.
Erick sepakat penghapusan tersebut perlu ditindaklanjuti karena akan merugikan Indonesia. Erick mengatakan, KOI sudah mengirimkan surat keberatan terkait penghapusan nomor andalan Indonesia milik Eko Yuli Irawan itu ke OCA dan AWF.
Namun, Erick sangat berharap cabor terkait memiliki kekuatan untuk melakukan negosiasi. Apalagi, penghapusan kelas 62 kilogram angkat besi merupakan keputusan sepihak. Sebab, dalam Rapat Koordinasi OCA pada 14 Januari lalu, tidak ada pembahasan mengenai penghapusan ini.
“Semuanya memiliki induknya, KOI induknya OCA dan IOC. Sama halnya dengan cabor, ada induk internasionalnya. Maka dari itu, penting sekali kepada cabor Indonesia untuk punya lobi tingkat tinggi. Tak bisa hanya KOI bertindak sendiri. Sebab, perubahan macam ini sulit diantisipasi," kata Erick di Jakarta, Ahad (25/2).
Dia menambahkan cabor perlu melakukan negosiasi karena penghapusan itu dilakukan oleh AWF, bukan OCA. Dia menambahkan AWF menghapus kelas 62 kilogram bukan hanya pada Asian Games 2018, tetapi Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang.
"Ini yang menjadi isu AWF bukan OCA. Karena AWF memutuskan bahwa cabang atau nomor ini tidak ada di AG dan Olimpiade 2020. Jadi bukan karena ada sesuatu di Asian Games," ujarnya.
Erick menegaskan KOI akan berupaya memperjuangkan kelas ini tetap diperlombakan. "Keputusan akhir memang berada di OCA karena mereka yang menentukan event olahraga. Akan tetapi, KOI dan Inasgoc tak menyerah dan terus berusaha untuk memperjuangkan nomor ini."
Baca juga: Keuntungan yang dengan Cepat Berubah Jadi Kemalangan