REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Pagar Nusa menyelenggarakan "Istigatsah dan Diskusi Publik tentang Politik dan Cyber, Menuju Medsosul Karimah" di Masjid An Nahdlah, Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Selasa (7/3) malam. PP Pagar Nusa mengingatkan kembali masyarakat Indonesia agar cerdas dan bijak menggunakan media sosial.
Ketua Umum PP Pagar Nusa, Muchamad Nabil Haroen mengingatkan pentingnya memiliki kecerdasan bermedia sosial. Kecerdasan bermedia sosial dibutuhkan agar Indonesia tetap tenang dan damai juga agar Indonesia tidak terusik dari kekisruhan di media sosial.
"Sekarang ini, yang penting bagi kita semua itu kecerdasan bermedia sosial, kita harus lawan kebencian, kita bangun algoritme kebersamaan," kata Haroen melalui keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Rabu (7/3).
Ketua Umum PBNU, Prof KH Said Aqil Siroj saat berpidato mengatakan sekarang memasuki era reformasi, era yang dijamin ada kebebasan sebebas-bebasnya. Ketika Orde Baru tidak bisa berteriak apa-apa karena pemerintahannya sangat otoriter. Di era reformasi, Undang-Undang (UU) yang mengikat lepas semua, UU subversi sudah tidak ada, dan UU Ormas yang dulu ketat juga sudah tidak ada.
"Sekarang memasuki era reformasi, kebetulan berbarengan perkembangan teknologi IT yang sangat luar biasa," ujarnya.
Di era perkembangan teknologi yang begitu pesat, KH Said mengajak warga Nahdliyyin dan semua warga Indonesia cerdas bermedia sosial. Dia juga mencontohkan bagaimana perpecahan yang terjadi di Timur Tengah, mulai dari Suriah, Yaman, Libya dan beberapa negara di sekitarnya. Sebagian besar diawali dengan perdebatan yang tidak kunjung henti di media sosial, maka hal seperti ini harus disadari bersama.
KH Said juga mengajak umat Muslim dan warga Indonesia melawan kebencian dengan melakukan tindakan yang saleh. Sudah jelas, ajaran agama melarang untuk menebar kebencian. "Yang harus dilakukan, yakni membagi kebahagian, amal saleh dan akhlaqul karimah," ujarnya.
Personel Band Letto, Sabrang Damar (Noe) juga hadir dalam acara tersebut. Dia menganalisa bagaimana media sosial berkembang dan tertinggalnya pemikiran masyarakat Indonesia. Menurutnya, sekarang adalah revolusi industri tahapan ketiga. Sekarang muncul bitcoin dan beberapa inovasi digital lainnya. Tapi sekarang warga Indonesia masih terpaku pada perdebatan yang riuh di media sosial.
"Kita harus lihat, bagaimana media sosial itu diciptakan, siapa yang menciptakan? Media sosial dirancang hampir sama dengan narkoba, agar addict (kecanduan)," ujarnya.
Menurutnya, media sosial diciptakan sedemikian rupa agar penggunanya kecanduan. Hal ini yang harus dipahami. Maka semuanya harus sadar diri ketika bermedia sosial. Jangan seperti anak kecil yang berkelahi dengan anak kecil. Sekarang pawang yang mampu memayungi perdebatan-perdebatan di media sosial sangat dibutuhkan.
Pakar Geostrategi, Suwadi D Pranoto menyampaikan pentingnya menganalisa skenario di balik penciptaan media sosial. "Jelas, kita tidak hanya melihat media sosial semata teknis teknologi digital, kita harus melihat lebih mendalam, aspek filosofis dan strategis di balik itu," jelasnya.