REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana melakukan pemotongan zakat untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 2,5 persen. Secara umum, wacana tersebut sangat bermanfaat bagi umat Islam.
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menolak rencana pemerintah tersebut. Alasannya, saat ini gaji PNS Indonesia tergolong masih minim.
"Saya tidak setuju karena sekarang gaji PNS kecil dipotong kewajiban zakat. Gaji pegawai negeri itu dua minggu gajinya sudah habis," ujarnya di Jakarta, Kamis (22/3).
Ia meminta pemerintah dapat bersikap arif dan bijak dalam mengeluarkan setiap aturan sehingga tidak membebankan masyarakat Indonesia di tengah ketidakstabilan ekonomi ini. "Jangan ada ketidakadilan di tengah negara ini, maka harus ada kearifan. Kasihan PNS," ucapnya.
Bahkan, ia menyebut pemerintah sangat berambisi memungut biaya dari masyarakat. Hal inilah yang membuat kesan pemaksaan di negara ini.
"Saya tidak setuju. Jangan pemerintah terhadap uang itu getol, ini dipaksakan rakyat. Apalagi di tengah kondisi ini antara gaji dan kebutuhan tidak seimbang," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pungutan zakat bukan merupakan paksaan dari pemerintah, melainkan imbauan kepada PNS Muslim.
"Yang perlu digarisbawahi tidak ada kata kewajiban di situ tapi yang ada adalah pemerintah atau negara memfasilitasi PNS Muslim untuk menunaikan kewajiban sebagai Muslim, mengeluarkan sebagian penghasilannya untuk bayar zakat," ujarnya.
Menurutnya, bagi PNS yang berkeberatan adanya pungutan zakat sebesar 2,5 persen tersebut dapat mengajukan atau menyampaikan permohonannya kepada kementerian masing-masing.