Kamis 22 Mar 2018 12:44 WIB

Implementasi Sertifikasi Halal Berjalan Lamban

Sikap jelas pemerintah diperlukan agar tidak menimbulkan keraguan bagi dunia usaha.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim (kiri), dan Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim (kiri), dan Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif lembaga advokasi halal Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan, implementasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal berjalan lambat. Dalam hal ini, pelaku usaha dan industri diimbau tetap menjaga kehalalan produk untuk memperkuat daya saing.

Namun, tarik-menarik kepentingan antara kementerian terkait dalam pembahasan pancangan peraturan pemerintah (RPP) menyebabkan terlambatnya pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) untuk menerapkan sistem jaminan halal di Indonesia. Padahal, Indonesia saat ini telah memasuki era mandatory sertifikasi halal.

Ia mengatakan, diperlukan sikap yang jelas dari pemerintah agar tidak menimbulkan keraguan bagi dunia usaha dan industri. Ia menekankan, apakah mandatory sertifikasi halal tersebut dapat dijalankan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) atau dilakukan lembaga sertifikasi halal yang sudah berjalan saat ini, yaitu LPPOM MUI, dengan berbagai penguatan, baik kelembagaan, organisasi, auditor halal maupun sarana laboratoriumnya.

"Sikap jujur pemerintah dalam hal ini diperlukan guna menghindari ketidakpastian penyelenggaraan sistem jaminan halal dan ketersediaan produk halal di masyarakat sesuai amanat Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal," kata Ikhsan pada saat memberikan kuliah umum di Universitas Jember dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (22/3).

Ikhsan menyarankan proses peralihan sertifikasi halal dari LPPOM MUI ke BPJPH berjalan secara natural. Hal itu menurut dia untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi BPJPH berbenah menata berbagai hal penting. Hal itu seperti menyiapkan auditor halal, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), tarif sertifikasi, mempersiapkan kerja sama yang maksimal dan harmoni dengan MUI dan sistem pendafaran berbasis online.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement