REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad tengah berada dalam penyelidikan polisi karena dituduh menyebarkan berita palsu. Pemimpin aliansi oposisi dalam pemilihan nasional Malaysia itu mendapat banyak kritikan setelah mengklaim pesawat sewaannya disabotase pekan lalu untuk mencegahnya mengajukan pencalonan di Pulau Langkawi.
Mahathir (92 tahun) mengatakan dia yakin ada upaya yang disengaja untuk menghentikannya pergi ke Langkawi pada Jumat (27/4) lalu. Sebelum keberangkatan, pilot menemukan beberapa kerusakan pada pesawat yang akan digunakannya.
Menurutnya, dia telah mencoba untuk mencari pesawat lain tetapi ditolak oleh tiga orang, salah satunya mengklaim berada di bawah tekanan. Mahathir akhirnya berhasil menemukan sebuah pesawat dan segera pergi ke pulau itu untuk mendaftarkan pencalonannya pada Sabtu (28/4).
"Kami berurusan dengan partai pemerintah yang akan menggunakan semua jenis trik untuk memenangkan pemilu. Dan salah satu triknya, tentu saja, adalah menghentikan saya untuk mencalonkan diri, dan terutama karena saya kebetulan adalah pemimpin oposisi," tulis Mahathir di blognya.
"Jadi, saya mempertahankan keyakinan saya bahwa pesawat itu telah sengaja dirusak untuk menghentikan saya pergi ke Langkawi," ujarnya.
Pemerintah Malaysia segera memerintahkan Otoritas Penerbangan Sipil untuk melakukan penyelidikan. Namun, otoritas tersebut mengatakan, hasil penyelidikan tidak menemukan bukti adanya sabotase.
Kepala otoritas menduga, Mahathir telah membuat klaim palsu demi mendapatkan keuntungan politik. Perusahaan swasta dari pesawat yang digunakan Mahathir menjelaskan, masalah yang dialami pesawat itu adalah masalah teknis yang berkaitan dengan roda depan.
Kepala Polisi Kuala Lumpur, Mazlan Lazim, mengatakan Mahathir diselidiki di bawah undang-undang (UU) baru yang melarang penyebaran berita palsu. "Kami telah membuka penyelidikan berdasarkan laporan polisi terhadap Mahathir," kata Mazlan.
Mahathir yang menjadi perdana menteri selama 22 tahun hingga pensiun pada 2003, mengatakan dia tidak khawatir mengenai penyelidikan yang dilakukan polisi. "Mereka bisa menggunakan (hukum) apa saja. Saya tidak takut dengan penyelidikan apa pun. Saya telah diselidiki berkali-kali," kata dia kepada wartawan di Negara Bagian Pahang, Rabu (2/5).
Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengecam Mahathir karena dinilai telah membuat tuduhan yang tidak bertanggung jawab. Najib juga mendesaknya untuk menghentikan "politik berbohong" yang telah dilakukannya.
Malaysia berada di tengah-tengah kampanye intens menjelang pemilihan umum yang akan mempertemukan Najib dengan Mahathir. Pada April lalu, pemerintahan Najib mengeluarkan UU yang mengkriminalisasi berita palsu, dan menjadikan Malaysia sebagai salah satu negara pertama yang mengeluarkan UU semacam itu.
Undang-undang tersebut mengancam pelanggar dengan hukuman keras hingga enam tahun penjara dan denda hingga 128 ribu dolar AS. Sejumlah pihak mengatakan, UU itu bertujuan untuk membungkam para pembangkang menjelang pemilihan umum Malaysia pada 9 Mei mendatang.
Pada Senin (30/4), seorang warga negara Denmark menjadi orang pertama yang dihukum di bawah UU tersebut. Pria itu membuat klaim palsu atas pembunuhan seorang militan Hamas dalam video yang ia unggah di situs YouTube.
Mahathir kembali ke dunia politik di tengah skandal korupsi yang melibatkan dana negara 1 MDB dalam pemerintahan Najib. Ia sedang diselidiki terkait pencucian uang di AS dan di negara-negara lain.
Upaya Mahathir untuk menyatukan oposisi yang retak dan menjadi calon kuat perdana menteri, dinilai dapat menggulingkan Najib dan koalisinya yang telah berkuasa lama. Meski demikian, Najib diperkirakan masih akan memenangkan pemilihan meski ia turut terseret dalam skandal 1 MDB.
Sebuah survei jajak pendapat independen yang dilakukan Merdeka Center memperkirakan, blok oposisi Mahathir kemungkinan akan memenangkan suara populer. Namun, Najib diperkirakan masih akan mempertahankan kekuasaannya melalui suara mayoritas parlemen.
Di bawah sistem first-past-the-post Malaysia, partai yang mendapat kursi terbanyak di parlemen akan menjadi pemenang bahkan jika tidak memenangkan suara populer.