Pada bulan puasa, menurut Imam Masjid Roma yang juga lulusan Universitas Al Azhar-Mesir itu, mereka yang datang bisa mencapai 1.000 hingga 3.000 orang.
Namun, pada saat tarawih pertama terlihat tidak lebih dari 200 orang. “Makin menjelang akhir bulan puasa, mereka yang berjamaah terus bertambah, kata Salah.
Hal senada dikemukan seorang warganegara Indonesia yang ikut bertarawih pertama di masjid yang juga menjadi pusat pengajaran Islam di Italia itu.
“Ini mungkin belum banyak (warga Muslim) yang tahu, ada tarawih pertama. Biasanya makin akhir bulan puasa masjid makin penuh, kata Tari, WNI yang sudah 16 tahun tinggal dan bekerja di Roma.
Bahkan, lanjut dia, pada Lebaran, jumlahnya membeludak, masjid penuh. "Salat Idul Fitri diselenggarakan sampai tiga kali," ucap perempuan setengah baya yang bekerja sebagai pengasuh anak itu.
Menurut Tari, persaudaraan sesama muslim di Roma sangat kuat. Apalagi, mereka menjadi minoritas di negeri yang dekat sekali dengan pusat kepimpinan agama Katolik di Vatikan.
Ketika bertarawih dimulai, Salah Ramada, tidak menjadi imam. Profesor dari Al-Azhar itu mengambil bagian sebagai pemberi ceramah. Dia melakukannya setelah menyelesaikan empat rakaat tarawih.
“Pada ceramah yang disampaikan dalam bahasa Arab itu, dia mengingatkan umat Islam bahwa bulan puasa adalah bulan pengampunan. Puasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan mata dan mulut dari pandangan dan ucapan yang tidak ada manfaatnya,” katanya. Salah tidak hanya fasih berbahasa Arab, tetapi juga bahasa Inggris dan Italia.
Sama dengan sebagian masjid di Indonesia, Tarawih di Masjid Roma dilakukan 11 rakaat dengan delapan rakaat tarawih yang dilakukan dua, dua, dan tiga witir ditambah Qunut. Surah Albaqarah dilantunkan imam sepanjang Tarawih itu. Pada shalat witir, imam membacakan surat Al A'la, kemudian Alzalzalah, dan ditutup Alikhlas.
Suara merdu dan intonasi yang pas saat imam melantunkan ayat-ayat suci Quran sempat membuat jemaah terisak mengingat ada surat yang menerangkan tentang hari kiamat (Alzalzalah) dan tentang pentingnya bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal (Al A'la). Kurang lebih 1 jam, Tarawih selesai, melewati tengah malam.
Usai berdoa, tiba-tiba seorang perempuan keturunan Arab yang duduk di sebelah, menyorongkan tangan bersalaman, dan menempelkan pipi kanan dan kirinya seakan sudah kenal lama.
"Syukron (terima kasih)," ucap saya sambil memeluk perempuan tua berwajah Arab yang ramah itu. Sungguh tidak menyangka mendapat sambutan hangat seperti itu dari orang yang baru kenal tidak lebih dari dua jam.
“Ukhuwah islamiah di Roma sangat kuat. Tidak peduli beda bangsa, beda bahasa, bila sudah ketemu sesama muslim, mereka adalah saudara dalam iman,’’ kata Tari menegaskan.