REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menguatnya dolar AS atas rupiah memaksa pemerintah merumuskan strategi untuk mengantisipasi lonjakan harga dan besaran subsidi. Apalagi dibidang energi, Kementerian ESDM mengatakan bahwa pelemahan rupiah sudah diantisipasi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Djoko Siswanto menjelaskan ada dua sisi dalam penguatan dolar AS. Pertama, dengan menguatnya dolar AS maka penerimaan negara disektor energi akan meningkat sejalan dengan harga jual minyak dan gas bumi ke luar negeri yang juga mengikuti fluktuasi dolar AS.
Hanya saja, kata Djoko karena Indonesia masih memakai sistem subsidi untuk bisa menyediakan harga minyak dan gas bumi yang terjangkau oleh masyarakat, konsekuensi dari penguatan dolar adalah besaran subsidi yang berpotensi akan melonjak.
"Ada dua sisi, kalau naik disatu sisi setiap satu dolar AS kita bisa menambah penerimaan negara sampai Rp 2,8 triliun. Meski disatu sisi, besaran subsidi juga bisa mencapai Rp 2,5 triliun," ujar Djoko di Jakarta, Rabu (23/5).
Djoko mengaku, Indonesia pernah mengalami hal yang lebih berat dari saat ini. Pada waktu dolar AS menguat kencang, Indonesia pernah memasok subsidi hingga Rp 300 triliun. Waktu itu, ditengah harga minyak yang mencapai 100 dolar AS per barel.
"Mudah mudahan dengan pengalaman ini kita masih bisa bertahan untuk mengelola, mengatasi kondisi seperti ini. Lebih lebih kita sudah mulai maju penanganannya yang dulu masih subsidi itu kalau harga minyak atau pun kurs nya berubah, maka subsidi untuk solar tetap tidak tergantung kurs maupun tergantung harga minyak. berapapun kurs berapapun harga minyak subsidi tetap Rp 500 per liter," ujar Djoko.