Kamis 24 May 2018 18:50 WIB

Ngabuburit di Lombok, Mahfud MD Sosialiasi Hak Konstitusi

Kemerdekaan merupakan perjuangan yang sangat luar biasa dan harus dijaga.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Agus Yulianto
kehadiran Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD ngabuburit bersama warga NTB di Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center NTB dalam Halaqah Konstitusi tentang sosialisasi hak konstitusional warga pada Kamis (24/5).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsi
kehadiran Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD ngabuburit bersama warga NTB di Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center NTB dalam Halaqah Konstitusi tentang sosialisasi hak konstitusional warga pada Kamis (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemandangan berbeda tersaji di Masjid Hubbul Wathan, Kompleks Islamic Center NTB, pada Kamis (24/5). Bakda Shalat Ashar, jamaah tak langsung keluar masjid.

Adalah kehadiran Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD yang menjadi penyebabnya. Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 itu ngabuburit bersama jamaah dan warga di masjid terbesar di NTB sembari berbicara tentang sosialisasi peningkatkan pemahaman hak konstitusional dalam Halaqah Konstitusi 2018.

Mahfud mengaku, takjub dan kagum dengan kemegahan Masjid Hubbul Wathan. Ia teringat masa kecil dan juga cerita tentang zaman-zaman kemerdekaan, di mana kondisi masjid tidak sebaik saat ini, bahkan tak sedikit yang kumuh dan kotor. Adapun masjid-masjid dengan kondisi yang bagus, biasanya masjid-masjid yang berada di dalam lingkungan kraton.

"Sekarang kita punya masjid (Hubbul Wathan) yang begini mewah dan indah, (bentuk) kotaknya ingatkan saya saat umrah di Masjid Tan'im agak mirip arsitekturnya meski tidak sama persis," ujar Mahfud di Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center NTB, Kamis (24/5).

Perihal kondisi masjid yang jauh berbeda saat ini dengan di masa penjajahan, Mahfud mengatakan, sebelum Indonesia merdeka dan mempunyai konstitusi, masyarakat Indonesia khususnya umat Islam sebagai mayoritas sengaja dimundurkan oleh penjajah dengan berbagai cara termasuk menyangkut persoalan keagamaannya.

"Orang Islam dimundurkan, masjid dibuat jelek, lulusan agama, madrasah kerjanya hanya buruh ngaji, enggak ada orang Islam bisa jadi profesor, enggak bisa masuk pendidikan," lanjutnya. 

Baru pada 1952, lewat KH Wahid Hasyim yang menjadi Menteri Agama dalam kebijakannya membuat kesetaraan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. "Hasilnya banyak santri yang masuk SMA, dan menjadi pegawai negeri. Sebelum itu yang jadi pegawai negeri itu anak penjaga atau priyayi saja," kata Mahfud. 

Mahfud mengajak masyarakat untuk mensyukuri dan memahami makna kemerdekaan. Kemerdekaan dalam pembukaan UUD itu bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.

"Sebelum merdeka harkatnya enggak ada orang Indonesia dianggap bodoh, martabat kita diinjak-injak," ucapnya. 

Mahfud melanjutkan, perjuangan kemerdekaan juga dilakukan KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah sebagai embrio pergerakan perjuangan di bidang pendidikan. KH Ahmad Dahlan membuat petisi agar guru-guru mendapatkan gaji yang lebih layak, dan juga memperhatikan keselamatan dalam pelayanan haji.

"Umat Islam disadarkan bangkit melawan penjajah. Muhammadiyah membangkitkan kesadaran, lalu NU tampil melawan penjajah," kata dia. 

Mahfud menekankan, kemerdekaan merupakan perjuangan yang sangat luar biasa dan harus dijaga dengan sebaik-baiknya. "Ini yang harus sama-sama kita jaga, soal ada kekurangan dalam bangsa kita, semisal korupsi ya kita perbaiki bersama," ungkapnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement