Sabtu 16 Jun 2018 00:45 WIB

DK PBB Desak Taliban Terima Tawaran Gencatan Senjata

Taliban sebut gencatan senjata diberlakukan khusus untuk pasukan militer Afghanistan

Rep: Puti Almas/ Red: Bilal Ramadhan
Hotel yang diserang Taliban di Kabul.
Foto: saudigazette.com
Hotel yang diserang Taliban di Kabul.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan PBB meminta agar Taliban menerima tawaran gencatan senjata yang diajukan oleh Pemerintah Afghanistan secara
penuh, tanpa prasyarat apapun. Sebelumnya, kelompok bersenjata itu mengumukan akan menerima tawaran dan memberlakukannya selama hari raya Idul Fitri.

Namun, Taliban mengatakan gencatan senjata itu diberlakukan khusus untuk pasukan militer Afghanistan. Bagi pasukan asing yang berada di negara Timur Tengah itu menjadi pengecualian.

"Dewan Keamanan PBB menegaskan kembali pentingnya proses perdamaian inklusif dan ini bertujuan untuk kemakmuran serta stabilitas jangka panjang Afghanistan dan mendukung penuh untuk upaya tersebut," ujar pernyataan Dewan Keamanan PBB dilansir Al Jazeera, Selasa (12/6).

Hari Raya Idul Fitri di Afghanistan diperkirakan akan berlangsung pada 15 hingga 17 Juni. Di waktu tersebut, Taliban sepakat melakukan gencatan senjata, seperti yang ditawarkan oleh Presiden Ashraf Ghani pada pekan lalu, namun dengan prasyarat mengesampingkan pasukan asing.

"Kami akan tetap melawan pasukan asing karena anggota Taliban tak dapat berpartisipasi dalam perayaan Idul Fitri selama masih ada musuh yang dapat menargetkan kami," ujar pernyataan Taliban.

Langkah Ghani untuk menawarkan gencatan senjata dilakukan setelah pertemuan para pemimpin agama terkemuka Afghanistan di Ibu Kota Kabul. Dari pertemuan itu dikeluarkan fatwa oleh seorang ahli hukum Islam yang menegaskan larangan terhadap pemboman dan serangan bunuh diri.

Taliban telah mengecam pertemuan itu. Kelompok tersebut mengatakan bahwa perjuangan mereka selama ini adalah untuk melawan penjajah asing dan mendesak para ulama untuk mendukung.

Kekuatan Taliban di Afghanistan sebenarnya telah berkurang sejak Amerika Serikat (AS) dan pasukan sekutu menginvansi negara itu pada Oktober 2001. Rezim kelompok itu tersingkir dari kekuasaan, namun militansi mereka terus terjadi hingga saat ini.

Ribuan warga sipil dan pasukan keamanan negara itu tewas akibat berbagai serangan yang dilakukan Taliban. Situasi kemudian diperburuk dengan adanya ISIS yang baru-baru ini memanfaatkan kekacauan dan membangun basis di wilayah timur dan utara Afghanistan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement