REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas akan terus menekan angka ketimpangan. Sejumlah strategi sudah disiapkan agar pemerataan pembangunan dan pengeluaran penduduk antara kawasan Indonesia barat dan timur dapat terwujud.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka rasio gini yang menjadi tolok ukur tingkat ketimpangan pengeluaran masyarakat. BPS mencatat, rasio gini per Maret 2018 sebesar 0,389. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan September 2017 yang tercatat sebesar 0,391.
Meski begitu, ketimpangan pembangunan masih menjadi pekerjaan berat yang harus diselesaikan. Salah satu indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia selama dua dekade terakhir masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang berkontribusi sekitar 58 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerataan tidak boleh lagi dilihat sebagai efek samping pembangunan. Pemerataan, ujar dia, harus menjadi tujuan utama dari pembangunan. Pembangunan tak boleh hanya berorientasi pada pertumbuhan. “Aspek pemerataan sudah harus menjadi //mainstream// pembangunan. Tidak lagi hanya sekadar efek samping pembangunan," ujar Bambang, Selasa (17/7).
Ada tiga strategi utama yang dikembangkan untuk melakukan pemerataan. Pertama, melakukan pembangunan wilayah dengan menitikberatkan pada percepatan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan dan pembangunan perkotaan metropolitan. Kedua, pembangunan wilayah dengan skala ekonomi wilayah dan ekonomi lokal yang potensial. Dalam hal ini, pembangunan menitikberatkan pada pembangunan pusat kegiatan wilayah atau lokal, kawasan perdesaan, dan kota-kota sedang.
Sedangkan yang ketiga, pembangunan wilayah dengan infrastruktur dan pelayanan dasar yang tertinggal. "Fokusnya pada pada pembangunan di daerah tertinggal, kawasan perbatasan, daerah kepulauan, dan kawasan timur Indonesia," kata Bambang.
Menurut Bambang, ketiga strategi tersebut dapat mengatasi berbagai isu utama pembangunan yang menimbulkan ketimpangan wilayah di Indonesia, antara lain persoalan konektivitas dan aksesibilitas yang tidak merata, pelayanan dasar yang tidak merata, pemanfaatan sumber daya alam (SDA) lokal dalam pembangunan yang tidak optimal.
Selain itu, untuk mengatasi afirmasi dan pendanaan pembangunan yang kurang merata serta timpangnya persebaran pusat-pusat pertumbuhan.
Bambang menambahkan, saat ini ketimpangan juga terjadi antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Keduanya memiliki kualitas pelayanan dasar yang tidak merata. Padahal, hal ini sangat krusial bagi produktivitas ekonomi dan kesejahteraan sosial penduduk.
Kondisi ini jika dibiarkan dapat menyebabkan ketimpangan wilayah lebih besar di masa depan. Ketimpangan wilayah yang terus berlanjut akan memperlemah suatu daerah, akibat dari pengurasan sumber daya oleh daerah yang lebih maju serta berpindahnya penduduk usia produktif dari daerah tertinggal.