Rabu 01 Aug 2018 18:10 WIB

Telur Jadi Pendorong Utama Inflasi Jatim pada Juli

Inflasi tertinggi terjadi di Malang, yaitu mencapai 0,21 persen.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Pedagang  di Pasar Oro-oro Dowo mengeluhkan kenaikan harga telur ayam, Kamis (12/7).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Pedagang di Pasar Oro-oro Dowo mengeluhkan kenaikan harga telur ayam, Kamis (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Teguh Pramono, mengungkapkan pemantauan terhadap perubahan harga selama Juli 2018 di 8 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) Jatim menunjukkan adanya kenaikan harga. Hal ini mendorong terjadi kenaikan IHK sebesar 0,07 persen yaitu dari 132,19 pada Juni 2018, menjadi 132,27 pada Juli 2018.

"Inflasi Juli 2018 lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,15 persen," kata Teguh, di Kantor BPS Jatim, Surabaya, Rabu (1/8).

Teguh menjelaskan, dari tujuh kelompok pengeluaran pada Juli 2018, enam kelompok mengalami inflasi, dan satu kelompok mengalami deflasi. Inflasi tertinggi adalah kelompok Bahan Makanan sebesar 0,35 persen. Kemudian diikuti kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0,30 persen.

Kemudian kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0,15 persen, kelompok Kesehatan 0,14 persen, kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 0,12 persen, dan kelompok Sandang 0,11 persen. Sedangkan kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan mengalami deflasi sebesar 0,59 persen.

Teguh menambahkan, tiga komoditas utama yang mendorong terjadinya inflasi di Jatim pada Juli 2018 ialah telur ayam ras, bensin, dan cabai rawit. Adanya kenaikan harga telur sejak awal bulan hingga pekan terakhir Juli di hampir semua kota IHK di Jatim menyebabkan komoditas ini menjadi penyumbang utama terjadinya inflasi.

"Kenaikan ini memang diluar kelaziman mengingat masa puasa dan lebaran yang biasanya mengerek harga sejumlah pangan telah lewat," ujar Teguh.

Sedangkan untuk bensin, inflasi disebabkan adanya kenaikan harga BBM non subsidi yaitu khususnya Pertamax Series dan Dex Series per 1 Juli 2018. Selain dua komoditas tersebut, kenaikan harga cabai rawit juga turut mendorong terjadinya inflasi pada Juli 2018. Kenaikan cabai rawit selain karena belum saatnya panen juga disebabkan oleh faktor cuaca sehingga pasokan di pasaran menjadi berkurang.

Selain komoditas-komoditas pendorong laju inflasi, beberapa komoditas menjadi penghambat terjadinya inflasi di Jatim pada Juli 2018. Tiga komoditas utama yang menghambat terjadinya inflasi ialah angkutan udara, bawang merah, dan angkutan antar kota.

Teguh menjelaskan, setelah mengalami kenaikan harga saat momen lebaran, harga angkutan udara dan angkutan antar kota kembali ke harga normal. Hal ini membuat kedua komoditas tersebut menjadi komoditas utama penghambat inflasi di Jatim pada Juli 208.

"Sedangkan adanya panen raya di beberapa sentra penghasil bawang merah menyebabkan harga bawang merah di pasar sedikit tertekan, sehingga turut mejadi penghambat inflasi," kata Teguh.

Ia menambahkan, berdasarkan penghitungan angka inflasi di delapan kota IHK di Jatim selama Juli 2018, tujuh kota mengalami inflasi dan satu kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Malang, yaitu mencapai 0,21 persen.

Kemudian diikuti Madiun 0,17 persen, Kediri 0,09 persen, Probolinggo dan Sumenep 0,06 persen, serta Surabaya dan Banyuwangi 0,03 persen. "Sedangkan Jember mengalami deflasi sebesar 0,08 persen," kata Teguh.

Teguh menambahkan, jika dibandingkan tingkat inflasi kalender (Januari-Juli) 2018 di 8 kota IHK Jatim menunjukkan Madiun sebagai kota dengan inflasi tahun kalender tertinggi, yaitu mencapai 2,14 persen. Sedangkan kota yang mengalami inflasi kalender terendah adalah Kediri dengan tingkat inflasi sebesar 1,00 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement