REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Seorang diplomat senior Cina pada Sabtu (4/8) mengaku Beijing berharap Australia tidak lagi menyuarakan tudingan tak berdasar sehingga hubungan kedua negara bisa kembali pulih dan stabil.
Hubungan antara Beijing dengan Canberra mulai memanas sejak tahun lalu, saat Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull menuding Cina telah mencampuri urusan dalam negeri Australia, termasuk politik, media, dan pendidikan. Cina membantah tudingan itu.
Di sisi lain, jadwal kunjungan Menteri Luar Negeri Julie Bishop ke Cina untuk pertemuan rutin tahunan yang digelar sejak 2014 hingga kini belum disepakati. Australia mengaku sudah mengajukan tanggal sejak Mei lalu dan prosesnya biasanya membutuhkan waktu berpekan-pekan, kata sejumlah sumber Reuters pada Rabu lalu.
"Kami berharap, melalui upaya kedua belah pihak, hubungan bilateral bisa kembali ke dalam jalur yang sehat dan stabil," kata Kanselir urusan Luar Negeri Cina, Wang Yi, kepada para wartawan di sebuah forum regional di Singapura.
"Untuk mencapai hal ini, kami berharap Australia bisa berusaha lebih keras untuk meningkatkan rasa saling percaya di antara kedua negara, dengan tidak melemparkan tudingan tidak berdasar," kata dia setelah bertemu dengan Bishop.
Kedua belah pihak sepakat berupaya memperbaiki hubungan dan saling bertukar pandangan terkait kecenderungan proteksionisme perdagangan, sengketa Laut Cina Selatan, dan nuklir di Korea Utara, kata dia. Bishop mengatakan pertemuan antara dirinya dengan Wang berlangsung sangat positif tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Dalam pernyataan lanjutan pada Sabtu, Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan bahwa Beijing tidak pernah mengintervensi urusan politik domestik negara lain ataupun menggelar operasi "penyusupan" ke luar negeri. Pernyataan itu menyatakan Bishop menyatakan komitmen untuk secara objektif menilai perkembangan di Cina dan hubungan kedua negara. Australia juga dinyatakan menolak proteksionisme dan akan bekerja sama dengan Beijing untuk segera menyepakati Kemitraan Ekonomi Regional Komprehensif (RCEP).
Pada Mei lalu, perselisihan antara Cina dan Australia sempat meluas ke bidang perdagangan. Enam merk wine dari Australia tertahan di bea cukai Cina.
Perselisihan itu terjadi di tengah sengketa dagang antara Beijing dengan Washington yang dikhawatirkan akan berkembang menjadi perang dagang yang merugikan perekonomian global.