Rabu 08 Aug 2018 18:57 WIB

Kaji Insentif Devisa Ekspor, BI Minta Masukan Pengusaha

BI mencatat hanya 90 persen devisa hasil ekspor yang dilaporkan ke bank domestik

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) masih mengkaji usulan adanya insentif untuk pengusaha agar bisa membawa pulang seluruh devisa hasil ekspor (DHE) ke Indonesia. Meski begitu, Direktur Statistik BI Tutuk Cahyono mengatakan, DHE sangat dibutuhkan untuk bisa menstabilkan nilai tukar rupiah yang saat ini masih berfluktuasi.

"Sekarang memang BI dengan pemerintah sedang mengkaji," kata Tutuk dalam diskusi tentang DHE di Jakarta, Rabu (8/8).

Berdasarkan data BI, sebagai salah satu sumber penerimaan devisa, hanya 90 persen DHE yang dilaporkan ke bank domestik. Sementara, hanya sekitar 15 persen yang dikonversi menjadi rupiah.

"Makanya setiap devisa yang masuk, bahkan devisa utang luar negeri bisa menenangkan, karena current account deficit (defisit neraca transaksi berjalan) membutuhkan suplai devisa," kata Tutuk.

Baca juga, Cadangan Devisa Indonesia Berkurang 1,5 Miliar Dolar AS

Sampai saat ini, kata Tutuk, BI dan pemerintah masih menerima masukan-masukan dari para pengusaha terkait dengan insentif yang dibutuhkan. Hal itu agar DHE bisa 100 persen kembali ke Indonesia dan dikonversi ke dalam rupiah.

"Insentif itu juga sesuatu yang logis, tapi pemerintah dan BI sedang meminta masukan dari para pelaku di lapangan, eksportir dan sebagainya, dan memang itulah yang coba dikaji," katanya.

Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia Benny Soetrisno mengatakan, salah satu alasan pengusaha belum membawa kembali DHE karena bahan baku beberapa produk ekspor berasal dari impor. Akibatnya, pengusaha pun masih membutuhkan valas untuk kebutuhan usahanya.

"Karena ada produk untuk ekspornya itu masih berasal dari impor, jadi masih membutuhkan valas untuk menunjang kestabilan di dalam negeri," kata Benny.

Benny menyebut, mayoritas eksportir sudah menaruh devisanya di perbankan dalam negeri. Meski begitu, menurut Benny, kendala bagi eksportir adalah untuk mengkonversi valasnya ke rupiah. Hal itu lantaran fluktuasi rupiah dan harga kurs beli perbankan yang murah.

 

"Kalau terjadi fluktuasi kurs, kalau enggak dijamin yang rugi juga kami," kata dia.

 

Menurut Benny, kurs beli perbankan bagi eksportir yang ingin mengkonversi hasil devisa ke rupiah masih sangat rendah. Untuk itu, dia meminta perbankan bisa menggunakan kurs tengah BI untuk mengkonversi hasil devisa ke rupiah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement