REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PP Muhammadiyah menyatakan dukungannya terkait pelaksanaan pemilu serentak. Karena, mekanisme ini akan memungkinkan munculnya banyak capres.
Terutama, untuk mewadahi kalangan organisasi kemasyarakatan setelah dihilangkannya utusan golongan dalam UUD 1945 Amandemen pertama.
"Karena sudah dihilangkan dalam amandemen, jadi hak parpol atau gabungan parpol yang bisa mencalonkan capres," ujar Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Jakarta, Jumat (24/1).
Menurut dia, melalui proses seleksi akan bisa menghasilkan calon yang berkualitas.
Din juga menilai, sistemmulti partai merupakan hak demokrasi. Namun apabila terus menerus dilaksanakan akan sulit dikoordinasikan. Karenanya, harus ada proses alamiah dalam penyederhanaan partai politik di Indonesia.
"Di luar negeri pun melaksanakan sistem itu namun bukan seperti zaman dulu yang dipaksakan," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi UU Nomor 42/2008 tentang Pilpres. Dengan putusan itu, maka pemilu akan diselenggarakan serentak mulai 2019 dan seterusnya.
"Menyatakan pasal 3 ayat (5), pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), pasal 14 ayat (2), dan pasal 112 UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Amar putusan dalam angka 1 tersebut di atas berlaku untuk penyelenggaraan pemilu 2019 dan pemilu seterusnya," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis (23/1).