REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) disebut akan kehilangan legitimasinya sebagai badan independen. Ini terkait tugasnya membagikan dana saksi parpol dalam pemilu 2014.
"Jadi Bawaslu sama saja menggadaikan independensinya demi menyalurkan bantuan negara ke parpol," kata pengamat pemilu dari Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti di Jakarta, Selasa (28/1).
Menurut dia, pendanaan saksi parpol tidak diperlukan untuk mengawasi jalannya pemilu 2014. Karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Selain itu, lanjutnya, wacana tersebut hanya akan membentuk karakter parpol yang lemah. Karena menggantungkan pendanaan dari negara.
Honor saksi dari parpol yang mencapai Rp 700 miliar juga dinilai merupakan pemborosan. Memang, katanya, saksi dari parpol di TPS penting guna mengawasi jalannya pemungutan suara. Namun, bukan berarti pemerintah harus memberikan honor pada mereka melalui APBN.
"Artinya masyarakat yang ada di TPS juga harus diberi honor dong? Kan mereka juga ikut mengawasi," kata Ray.
Bawaslu saat ini masih menyusun mekanisme pendanaan saksi dari partai politik di setiap TPS pada pileg 9 April.
Bawaslu tidak ingin sendirian menanggung beban dan tanggung jawab terhadap anggaran Rp 700 miliar. Institusi ini pun meminta para pemangku kepentingan pemilu serta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk ikut mendukung.
Bawaslu menganggarkan Rp 1,5 triliun dana tambahan untuk kegiatan pengawasan pemilu 2014 guna membiayai Mitra PPL dan saksi parpol di 545.778 TPS. Dari dana sebesar itu, Bawaslu menganggarkan Rp 800 miliar untuk program Mitra PPL. Sedangkan untuk membayar honor saksi dari parpol diperlukan sekitar Rp 700 miliar.