Home >> >>
Pelantikan Anggota KPU Kabupaten Tak Langgar Kode Etik
Senin , 03 Feb 2014, 17:39 WIB
Petugas Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sedang memeriksa isi surat suara di Kantor KPU , Jakarta, Senin (3/2). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Barat Umi Rifdiyawati optimistis keputusan untuk melantik anggota KPU Kabupaten Pontianak 2013-2018 akhir tahun lalu tidak melanggar kode etik selaku penyelenggara pemilu.

"Insya Allah optimistis. Filosofi perpanjangan masa jabatan anggota KPU kabupaten dan kota yang sedang melaksanakan pemilukada adalah supaya pelaksanaan tahapan pemilukada tidak terganggu," kata Umi Rifdiyawati saat dihubungi di Pontianak, Senin (3/2).

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (29/1) menggelar sidang perdana atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang diduga dilakukan oleh ketua dan anggota KPU Provinsi Kalbar.

Pengadunya adalah W Yusni mantan anggota KPU Kabupaten Pontianak, Kalbar. Adapun pokok aduannya yakni para teradu disangkakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan pelantikan anggota KPU Kabupaten Pontianak periode 2013-2018.

Padahal, menurut Yusni, tahapan Pemilukada Bupati dan Wakil Bupati setempat belum selesai tahapan pelaksanaannya sampai dengan pelantikan pasangan terpilih.

Umi Rifdiyawati menjelaskan, di Kabupaten Pontianak, pemilukada berlangsung satu dan pasangan calon terpilihnya sudah ditetapkan. "Tinggal menunggu pelantikan yang menjadi kewenangan DPRD, tidak ada lagi peran KPU kabupaten disitu," ujarnya.

Ia menilai, melantik anggota KPU Kabupaten Pontianak periode 2013-2018 lebih bermanfaat karena merupakan kebutuhan organisasi KPU untuk melaksanakan tahapan Pemilu Tahun 2014.

Tujuannya agar kesinambungan tahapan pemilu dapat berjalan dengan baik terlebih saat ini sedang berlangsung tahapan yang krusial yaitu daftar pemilih khusus, distribusi logistik, pemungutan dan penghitungan suara.

"Tanggal 13 April 2014 adalah tahapan rekap perolehan suara di tingkat PPK yang tentu harus di supervisi dan di monitoring oleh KPU Kabupaten Pontianak. Sehingga kalau pelantikan anggota KPU Kabupaten Pontianak dilakukan pada tanggal tersebut, justru menjadi tidak efektif," katanya.

Kondisi tersebut berbeda dengan KPU Kabupaten Kubu Raya yang masa jabatannya diperpanjang karena berakhir pada saat tahapan pemilukada masih berlangsung.

"Hukum tidak hanya dipandang dari sisi formalistik semata, tapi bagaimana harus memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Umi Rifdiyawati.

Menurut dia, konteks Pasal 131 ayat 2 yang dipermasalahkan oleh W Yusni, juga akan menjadi rancu jika hanya dibaca secara tekstual.

"Karena ketika masa jabatan diperpanjang sampai dengan pelantikan dan tim seleksi dibentuk paling lambat dua bulan setelah pelantikan," katanya.

Artinya, ia melanjutkan, kalau tim seleksi dibentuk dua bulan setelah pelantikan juga akan terjadi kekosongan keanggotaan KPU karena perpanjangan hanya sampai dengan bupati dan wakil bupati terpilih dilantik.

"Untuk itu kami mengambil kebijakan untuk melantik anggota KPU Kabupaten Pontianak periode 2013-2018 pada 31 Desember tahun lalu," kata Umi Rifdiyawati.

Redaktur : Djibril Muhammad
Sumber : Antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar