REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Partai politik disarankan membiayai sendiri kadernya menjadi saksi pada pemilu 2014.
"Jadi kalau partai politik mau memperjuangkan kepentingan mereka untuk memantau proses pemungutan suara secara langsung, mereka juga harus dapat berkontribusi sendiri," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Erwan Agus Purwanto di Yogyakarta, Jumat (7/2).
Erwan menilai, usulan pendanaan saksi dari pemerintah tidak efisien. Karena pada dasarnya pemerintah juga telah membantu secara finansial parpol yang memiliki kursi di parlemen.
"Apabila parpol memiliki sistem keuangan yang baik, mestinya bisa mendanai setiap aktivitas parpol. Tidak terkecuali dalam hal pendanaan saksi," katanya.
Erwan mengatakan, pendanaan saksi dari parpol, dapat menjadi bahan pendidikan politik bagi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat diharapkan tidak hanya memperhitungkan keuntungan finansial atas keterlibatannya dalam parpol.
"Parpol adalah instrumen sebagai media agar kebutuhan masyarakat tercapai. Namun tidak langsung berupa uang, tapi berupa kebijakan yang memihak konstituen,"katanya.
Menurut Erwan, efisiensi dalam penyelenggaraan pemilu 2014 harus tetap diperhatikan. Bawaslu dan KPU cukup mengoptimalkan perannya dalam pelaksanaan pemilu. Sehingga tidak membutuhkan biaya besar untuk membiayai saksi.
Upaya pendanaan itu, menurut dia, juga belum dilandasi dengan perencanaan yang matang. Sehingga dalam pendistribusiannya justru rawan disalahgunakan.
Ia menambahkan, munculnya wacana saksi parpol juga didasari tidak adanya budaya saling percaya antara parpol, Bawaslu dan KPU dengan sistem yang sudah ada. "Dengan tidak adanya trust, seolah-olah semua parpol perlu memiliki saksi sendiri-sendiri," katanya.
Dalam hal itu, kata dia, seharusnya pemerintah cukup memiliki inisiatif untuk membangun kepercayaan bersama. Bahwa pelaksanaan pemilu 2014 akan berjalan dengan jujur dan tidak ada rekayasa.