REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengunggah dokumen C1 di tingkat TPS dan PPS mendapat tanggapan positif dari Ketua Forum Telematika Kawasan Timur Indonesia (KTI), Hidayat Nahwi Rasul. Formulir C1 menurutnya, memang dokumen publik yang seharusnya bisa diakses oleh siapapun.
Menurutnya, skenario mewajibkan petugas TPS meng-scan dan mengunggah formulir C1 ke website KPU menunjukkan itikad KPU untuk menepis praktik jual beli suara.
"Dengan skenario itu, tampaknya KPU ingin benar-benar melakukan pemilu bersih dengan mendorong transparansi dokumen C1 ke wilayah publik," ujar Hidayat, Rabu (12/2).
Namun menurutnya, skenario tersebut juga sulit terealisasi. Alasannya, mekanisme pengumpulan dan pengunggahan data dari TPS yang sulit dilakukan. Ini butuh persiapan yang cukup lama dan ketat, sementara pelaksanaan pemilu sudah akan dilaksanakan pada April mendatang.
Hidayat mengatakan, bisa dibayangkan dengan jumlah wajib pilih 153.357.307 sesuai ketetapan KPU akan tersebar di 583.393 TPS di seluruh Indonesia. "Itu berarti KPU harus menyiapkan 583.393 scanner, jaringan internet dan perangkat komputer," kata dia.
Dosen Universitas Hasanuddin ini mengatakan, ada sederet problem yang berpotensi muncul. Misalnya, sistem admin untuk mengunggah data yakni user name dan password, tenaga SDM yang mengerti IT, server yang canggih, serta wilayah-wilayah yang belum tersambung dengan internet.
Dengan sejumlah alasan teknis di atas, kata Hidayat, bisa jadi IT KPU kembali akan mengalami hang. Ini bisa mengulang kembali kesalahan sebagaimana yang terjadi pada pemilu 2009 lalu.
Hidayat mengatakan,kita tentu tidak mau kesalahan tersebut terulang atau menjadi alasan KPU menggunakan cara manual kembali untuk menghitung suara. Karena hal ini sangat rawan memunulkan transaksi jual beli suara.
Karena itu, kata Hidayat, KPU perlu mengumumkan kepada publik dan menguji kehandalan sistem IT yang mereka gunakan. Begitu pula cara kerjanya agar mendapat masukan dari masyarakat, khususnya pemerhati dan aktivis teknologi informasi.
Dia berharap skenario yang ditetapkan KPU tersebut, tidak menjadi akal-akalan saja untuk mencitrakan seolah-olah pemilu sudah terselenggara bersih dan fair.