REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rumah Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) disadap. Berita ini pertama kali disampaikan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo. Menurutnya, tiga alat penyadap ditemukan di rumah dinas Jokowi, Jalan Taman Surapati 7, Menteng, Jakarta Pusat, Desember 2013 lalu. Ketiganya alat itu ditemukan di kamar tidur, ruang tamu, dan ruang makan. Sebaliknya, Jokowi sendiri enggan mempersoalkan penemuan alat sadap tersebut kepada kepolisian. Karena menurutnya, penyadap tidak akan menemukan hal istimewa di kediamannya tersebut.
Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda berpendapat bahwa penyadapan yang terjadi di rumah dinas Jokowi sebenarnya bukan hal yang luar biasa. “Kalau soal konflik internal partai, saya tidak bisa berkomentar karena soal penyadapan ini saja saya tidak terlalu mengikuti isunya. Tapi bila rumah seorang Jokowi disadap itu menurut saya biasa saja,” jelas Hanta Yuda ketika diwawancarai via telepon, Ahad (23/2).
Sarjana Ilmu Politik dari Jurusan Politik Pemerintahan Universita Gajahmada (UGM ) ini mengatakan, Jokowi merupakan sosok yang sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta jadi perbincangan publik. Apa pun tindak-tanduknya menjadii sorotan. Bahkan, kata Hanta Yuda, di setiap survei yang diselenggarakan bebeberapa lembaga survei, nama Jokowi selalu memimpin dan menjadi seorang calon presiden potensial.
“Fenomena Jokowi inilah yang membuat saya menilai bahwa penyadapan yang terjadi di rumah dinasnya bukan hal yang luar biasa. Banyak yang berkepentingan. Lawan-lawan politik ingin tahu lebih banyak apa yang dilakukan Jokowi di rumahnya, itu biasa,” papar peraih Inspiring Alumni Award FISIPOL UGM pada Dies Natalis FISIPOL UGM 2012 lalu.
Menurut Hanta Yuda, bila kejadian penyadapan tersebut mau diinvestigasi, siapa pun dengan mudah bisa melakukannya. “Itu kan rumah dinas dan menjadi tempat tinggal sehari-hari Jokowi dan keluarganya. Dan salah satu alat sadap itu bahkan ditemukan di ruang paling pribadi. Investigasi saja. Pelakunya pasti bisa dengan mudah bisa ditemukan,” tegasnya.
Pengamat politik, Dhani Syahbandar mengatakan, masyarakat sebaiknya jangan menilai peristiwa penyadapan di rumah dinas Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) secara parsial, tetapi harus dinilai secara menyeluruh. “Ini kan tahun politik. Jangan-jangan peristiwa ini hanya sebagai penggorengan isu saja. Bisa jadi juga mencari simpati dan pembentukan opini,” tukas Dhani yang saat ini menjadi Kepala Divisi Pendidikan Politik Solusi Pemuda Indonesia (SPI).
Lebih lanjut, Dhani mengatakan, saat ini ada konflik internal di tubuh PDI-P dan apa yang terjadi benar-benar menjadi isu nasional. Karena itu, katanya, masyarakat beranggapan bahwa penyadapan yang terjadi di rumah dinas Jokowi hanya sekedar dagelan politik atau ketoprak humor untuk mengalihkan isu. “Kalau memang itu nyata dan benar-benar terjadi, mengapa tidak lapor polisi saja. Indonesia ‘kan negara hukum,” terang Aktivis ’98 ini.
Ibarat seorang pejabat negara yang berkoar-koar tentang penyuapan, tetapi kata Dhani, justru dirinya sendirilah pelaku penyuapan tersebut. Menurut Dhani, tahun 2014 merupakan tahun politik dan sebentar lagi masyarakat Indonesia akan pesta demokrasi. Setelah Pemilihan Legislatif untuk selanjutnya melakukan Pemilihan Presiden. Orang awam di warung-warung kopi, jelas Dhani memang membicarakan isu ini, tetapi pendapat mereka tetap sama bahwa ini hanya dagelan politik.
Dikatakannya, masyarakat Indonesian sudah cerdas, mereka sudah tidak bisa dibodohi. Dan respons mereka terhadap masalah ini adalah, ini hanya pembentukan opini. “Mereka mengatakan, seorang Jokowi adalah sosok yang cerdas. Jokowi mengerti hukum. Kenapa tidak lapor saja ke pihak berwenang. Jadi pesan saya, sebaiknya jangan menilai persoalan ini secara parsial, tetapi harus dilihat secara menyeluruh,” tutup jebolan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah tersebut.