REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Eko Maryadi berpendapat, iklan politik di televisi harus dibatasi, bukan dilarang. Karena, partai politik itu bagian dari instrumen masyarakat sipil dalam membangun demokrasi.
“Baguslah memang ada surat edaran pelarangan iklan politik di TV sebelum masa kampanye. Tapi sebenarnya dibatasi saja, bukan dilarang,” ujarnya, Jumat (28/2).
Eko mengatakan, harus ada tindakan tegas dari KPI sebagai wakil publik yang mengawasi isi siaran. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah membuat peraturan jadwal tayangan iklan politik yaitu 21 hari sebelum masa kampaye atau sebelum Pemilu.
Jadi kalau iklan politik sudah digenjot dari satu tahun yang lalu, enam bulan yang lalu, jauh-jauh hari sebelum masa pemilu, artinya, mereka melanggar aturan KPU tentang penayangan iklan politik,” ujarnya.
“Jadi AJI mendorong supaya KPU bersikap tegas terhadap lembaga-lebaga penyiaran yang memang secara terang-terangan dan secara sadar melakukan pelanggaran aturan kampaye politik dalam media penyiaran,” ucap Eko.
Ditemui di tempat terpisah, Hendri Satrio, pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina mengatakan bahwa untuk kasus ini, KPI memang tidak tegas. Padahal pelanggaran yang terjadi ada di depan mata. Selain itu dia menambahkan selain melanggar, konten dari iklan politik yang ada sekarang buruk sekali.