Maskot Pemilu 2014 dengan sebutan Sikora (Si Kotak Suara) berbaris saat sosialisasi dan deklarasi kampanye partai politik di Silang Monas, Jakarta, Sabtu (15/3). (Antara/Yudhi Mahatma)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengkritisi pola kampanye terbuka yang biasa dijalankan partai politik (parpol) peserta pemilu. JPPR menilai, kampanye terbuka biasanya hanya berupa komunikasi satu arah.
"(Selama ini) hanya ceramah monolog selama beberapa menit dan memperbanyak hiburan," kata Deputi Nasional JPPR Masykurudin Hafidz, dalam pesannya, Senin (17/3). Menurut dia, seharusnya kampanye terbuka ini bisa dilakukan sebagai sarana untuk komunikasi dua arah.
Masykurudin mengatakan, para juru kampanye partai seharusnya bisa tetap turun dan melakukan dialog dengan masyarakat pemilih yang datang. Sehingga bisa mendengar suara masyarakat, terutama terkait dengan visi, misi, dan program partai. "Para calon legislatif yang hadir tidak hanya duduk-duduk saja, tetapi turun langsung dari panggung menemui masyarakat," kata dia.
Menjalin komunikasi dua arah, menurut Masykurudin, menjadi cara untuk mengupayakan praktik kampanye yang lebih berkualitas. Ia mengatakan, para caleg dapat berkomunikasi secara berkelompok dengan masyarakat yang datang. "Bangun hubungan dekat dan tidak mengambil jarak dengan pemilihnya," ujar dia.
Masykurudin menilai, komunikasi dua arah dalam kampanye ini menjadikan masyarakat pemilih lebih dimanusiakan. Sehingga, ia mengatakan, pemilih tidak hanya dimanfaatkan untuk meramaikan situasi kampanye. "Apalagi digunakan hanya untuk unjuk kekuatan agar partai politik dianggap besar," kata dia.
Menurut Masykurudin, parpol dan para caleg harus mengoptimalkan kampanye terbuka untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat pemilih. Ia mengatakan, sudah tidak zamannya lagi kampanye terbuka hanya digunakan sebagai sarana komunikasi monolog. "Harus dialog dua arah," ujar dia.