Presidential candidate of Indonesian Democratic Parti of Struggle (PDIP), Joko Widodo (left), poses with Chairman of National Democratic Party, Syrua Paloh (center) and PDIP's Secretary General Tjahjo Kumolo in Jakarta, on Saturday.
REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kesepakatan koalisi politik PDIP dan Partai Nasdem yang terbentuk dua hari setelah pemilu dinilai menunjukkan kualitas kepemimpinan Jokowi yang gesit, rendah hati, dan cepat dalam mengambil keputusan.
"Ini penting untuk membangun kerja sama antar elemen bangsa dengan mengedepankan agenda-agenda platform bangsa," kata Politikus muda PDI Perjuangan Fahmi Habcy di Depok, Ahad (13/4).
Ia mengatakan, koalisi Nasdem-PDIP yang terbentuk cepat ini, dilanjutkan dengan silaturrahim Jokowi kepada pimpinan Golkar dan PKB. Sikap ini, ujarnya, membuktikan bahwa Jokowi bukanlah pemimpin yang jumawa dan gengsi walaupun PDI Perjuangan memenangkan pemilu legislatif 2014.
"Gaya seperti ini tidak bisa dibuat-buat, dan bagian dari karakternya selama jadi wali kota dan gubernur yang tidak segan-segan mengunjungi dan mendengar langsung harapan dan keinginan elemen bangsa, dan menentukan kebijakan dengan cepat," ujar pengarang Sajak Rempong yang menanggapi Sajak Fadli Zon.
Menurut dia, gabungan pola komunikasi "kesederhanaan politik" dengan kecepatan mengambil keputusan politik. Sejak awal munculnya Jokowi adalah antitesis masyarakat dari kepemimpinan politik saat ini yang cenderung lambat dan bertele-tele dalam mengambil kebijakan politik dan pemerintahan.
"Publik saat ini tidak membutuhkan pemimpin gagah dan ganteng tapi 'mbulet'. Eksposur 90 persen APBN kita dari pajak rakyat artinya rakyat akan menginginkan pemimpin yang melayani mereka dan bukan meminta dilayani," ujarnya.