Kameramen mengambil gambar penyampaian hasil riset Lembaga survei Pusat Data Bersatu (PDB) dengan tema 'Persaingan Capres Siapa Menang di Tikungan Akhir' di Jakarta, Kamis (3/7).(Republika/Aditya Pradana Putra)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jejaring anak muda yang terdiri dari akademisi, pemimpin komunitas, seniman dan pengusaha Indonesia yang tergabung dalam Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) membentuk lembaga auditor bagi lembaga-lembaga survei yang melakukan perhitungan cepat.
Hal itu dinyatakan Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan karena menurut mereka kontestasi politik Prabowo-Jokowi dalam Pilpres 2014 berpotensi menyebabkan konflik horizontal di antara pendukungnya.
"Fenomena tersebut dipertajam dengan perbedaan publikasi hasil quick count perolehan suara yang dilakukan oleh 12 lembaga survei pascapemilihan, kedua pihak mengklaim sebagai pemenang. Kami memandang perlu adanya lembaga independen yang mengaudit dan mensertifikasi lembaga-lembaga survey," kata Koordinator Sukarelawan Indonesia untuk Perubahan, Dimas Oky Nugroho di Jakarta, Senin (14/7).
Salah satu pakar administrasi publik yang tergabung dalam komunitas tersebut, Yogi Suprayogi mengatakan, seharusnya KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum mengeluarkan ketetapan teknis yang memperketat lembaga survei.
"KPU harus menetapkan ketentuan, misalnya menetapkan margin of error untuk lembaga survei yang kredibel itu berapa. Ini penting untuk pelajaran pemilu ke depan. Saya lihat dengan adanya perbedaan publikasi hasil quick count ini, KPU tidak siap. KPU seharusnya tidak hanya mensertifikasi tapi juga mengatur masalah teknis," katanya.
Untuk menyatakan kredibilitas sebuah lembaga survei, salah satunya, kata Yogi adalah dengan melihat pisau analisisnya. "Ketika ingin melihat satu masalah, coba lihat pisau analisis seperti apa, quick count juga sama, pisau analisis seperti apa, uji pisau analisisnya, kalau perlu audit dilakukan oleh lembaga dari negara luar. Jadi dibuka saja sekalian semua," katanya.
Kredibilitas lembaga survei, selain dilihat dari kelengkapan proses administrasi sejak mendaftar di KPU, juga harus dilihat metode pengambilan sampelnya.
"Metode yang baik adalah ketika margin of error lebih kecil, kalau kita lihat dari 12-an lembaga survei itu saya pikir yang paling rendah margin of error-nya, ini bukan karena keberpihakan tapi, SMRC misalnya, itu dia hanya memiliki 0,75 persen margin of error dan samplingnya 4 ribu, semakin banyak samplingnya maka semakin bagus, margin of error kecil maka makin bagus," katanya.