REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik panjang tentang pembiayaan saksi partai politik oleh negara dalam pemilihan umum (pemilu) mendapat reaksi dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengatakan, penggunaan dana APBN untuk kebutuhan partai kali ini cacat prosedur. Pertimbangan tersebut mendesak dirinya menyarankan pemerintah agar 'abai' dalam persoalan tersebut. ''Sebagai pimpinan di DPR, saya menganjurkan, agar dana tersebut dibatalkan,'' kata dia disela dialog terbatas Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Jakarta, Jumat (31/1).
Priyo melihat, polemik dana APBN untuk saksi parpol akan menjadi batu politik besar di kemudian hari. Bagaimana tidak, kata dia, perang ide dan wacana dari masing-masing parpol peserta pemilu, membuat peruntukan dana tersebut jadi semakin tidak jelas.
Kata dia, jika pemerintah tetap mengucurkan dana tersebut, otomatis semua partai peserta pemilu harus mengambil dana tersebut tanpa ada alasan. Namun faktanya, dikatakan dia, beberapa partai peserta pemilu terang menolak. ''Ini saya rasa yang menurut saya akan menjadi tidak sehat nantinya.''
Politikus Partai Golkar ini pun menilai, peruntukan dana tersebut juga tidak tepat waktu pengucurannya. Hal itu, dikatakan dia, melihat reaksi masyarakat dan situasi keadaan bencana saat ini.
Kata dia, lebih bijaksana jika pemerintah menganulir rencana tersebut, dan mengalokasikan dana saksi untuk kebutuhan tanggap bencana dan atau kebutuhan yang lainnya.''Setiap anggota partai kan itu ada iurannya. Jadi kenapa tidak menggunakan dana itu saja untuk kebutuhan saksi ini,'' ujar Priyo.
Soal indikasi kecurangan di TPS tanpa kehadiran saksi parpol, Priyo menegaskan, pengawasan oleh Bawaslu harus dapat dipertajam dan diperbaiki. ''Kita mengerti ini (dana saksi) maksudnya baik. Tapi telat dan tidak tepat,'' kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah merencanakan akan menggelontorkan dana senilai Rp 700 miliar. Dana tersebut untuk saksi parpol peserta pemilu 2014.