Nasdem : Dana Saksi Parpol Rawan Dikorupsi
Kamis , 06 Feb 2014, 20:38 WIB
OldApp
Ferry Mursyidan baldan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan dana saksi Partai Politik (Parpol) berpotensi dikorupsi untuk itu akhirnya dicoret dari rancangan Peraturan Presiden (Perpres).

Dalam dokumen rancangan Perpres draf 24 Januari 2014, pada bagian judul, kata ”saksi partai politik” telah dicoret. Saat ini, rancangan Perpres masih berada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Judul rancangan Perpres itu berbeda dengan draf 15 Januari 2014 yang dalam judul lengkapnya tertulis ”Rancangan Perpres Tahun 2014 tentang Pembentukan Mitra Pengawas Pemilihan Umum Lapangan dan Saksi Partai Politik di Setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2014”.

"Kami mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan Perpres dimaksud. Apalagi, masih ada sinyalemen bahwa soal dana saksi akan diatur dalam peraturan lain. Kami mendorong supaya Perpres cepat selesai sehingga ada kejelasan dan semua pihak tidak habis energi untuk polemik yang berlarut-larut,'' ujar Ferry di Jakarta, Kamis (6/2).

Sebaiknya, lanjut Ferry, NasDem mengusulkan agar dana tersebut bisa direalokasikan untuk pemulihan dampak bencana. Menurutnya, saat ini beberapa daerah di Indonesia sedang dilanda, seperti banjir, tanah longsor, dan gunung meletus.

"Di tengah musibah tersebut, pemerintah malah menghambur-hamburkan uang rakyat untuk kepentingan partai politik," tuturnya mengkritisi rencana pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 700 miliar untuk dana saksi parpol.

Seharusnya, pemerintah lebih mengutamakan hak rakyat, ketimbang dana saksi pemilu parpol yang berpeluang besar dikorupsi secara terang-terangan karena tidak diatur dalam undang-undang,'' tegas Ferry.

Jika pemerintah jadi mengalokasikan dana untuk saksi pemilu, tegas Ferry, maka diperkirakan setiap parpol peserta pemilu akan mendapat Rp54 miliar. Namun hal ini dinilai bukanlah suatu solusi, karena pengawasan surat suara bukan hanya terdapat di TPS.

Redaktur : Joko Sadewo
Reporter : Rusdi Nurdiansyah
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar