REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Surat perjanjian antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo mengenai kontrak politik pada Pemilu Presiden (Pilpres 2009) beredar di sejumlah laman berita online.
Wakil Sekeretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristianto mengatakan, surat tersebut sudah tidak relevan lagi untuk dipermasalahkan saat ini. Surat ini dinilai sudah kedaluarsa. “Sejak awal, surat perjanjian itu dibuat sebagai komitmen untuk memenangkan Pilpres 2009. Untuk apa dibahas lagi?” ujar Hasto saat dihubungi Republika Online (ROL), Sabtu (15/30).
Menurut dia, kesepakatan antara Mega dan Prabowo saat itu dibuat sebagai wujud koalisi pasangan kandidat presiden dan wakil presiden RI. Sesuai dengan presidential threshold, kata Hasto, untuk mengajukan pasangan capres dan cawapres, keduanya harus memiliki dukungan minimal 20 persen dari kekuatan partai politik di parlemen.
Sementara, PDI Perjuangan saat itu hanya mengisi 16,96 persen kursi di DPR. “Karena PDI Perjuangan kekurangan kursi sekitar empat persen, maka kami saat itu menjalin kerja sama dengan Gerindra untuk memenuhi presidential threshold. Kenyataannya, kami kalah di Pilpres 2009. Jadi, untuk apa lagi mempersoalkan yang sudah kedaluwarsa?” kata Hasto.
Sehari setelah PDI Perjuangan mendeklarasikan Joko Widodo sebagai capres, salinan naskah perjanjian politik antara Megawati dan Prabowo beredar di sejumlah media online. Pada butir ke-7 dalam kesepakatan itu disebutkan, Mega bakal mendukung Prabowo di Pilpres 2014. Naskah surat perjanjian tersebut dikabarkan digagas di Batu Tulis, Bogor.