Ulama Beberkan Penyebab Sulitnya Parpol Islam Bersatu
Kamis , 24 Apr 2014, 07:12 WIB
.
Ali Mustafa Yakub

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Umum (Ketum) Pengurus Pusat (PP) Ikatan Persaudaraan Imam Masjid (IPIM), Prof. Dr. KH. Ali Musthofa Ya'qub, menegaskan kondisi saat ini menjadi penyebab sulitnya parpol-parpol Islam bersatu.

"Parpol-parpol Islam sulit bersatu karena dua sebab utama, yakni perbedaan pemahaman dan perbedaan kepentingan. Apalagi paham politik Muktazillah telah mulai menyebar di kalangan umat Islam," tutur Kiai Ali saat dihubungi RoL, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, umat Islam benar-benar mengharapkan adanya persatuan parpol-parpol Islam. Hanya, ujar Kiai Ali,  sejarah Indonesia membuktikan koalisi parpol Islam sifatnya sementara saja.

Meskipun dalam teori dan praktiknya, papar Kiai Ali, koalisi parpol-parpol Islam itu sangat mungkin terwujud dan mampu memimpin pemerintahan. Namun, hal itu sulit diwujudkan saat ini, karena adanya perbedaan kepentingan dan pemahaman diantara parpol-parpol Islam itu sendiri.

Kiai Ali pun mengutip hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Kelak kalian akan dipimpin oleh orang yang kalian sukai dan orang yang tidak kalian sukai". Kemudian sahabat Abu Hurairah RA bertanya: "Ya Rasulullah, bolehkah kami memakzulkan pemimpin yang kami tidak sukai?" Lalu Rosulullah bersabda: "Jangan, selama pemimpin itu sholat bersama kamu," jelas Kiai Ali

Menurut para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, ungkap Kiai Ali, hadis ini menyimpulkan jika ada pemimpin yang dimakzulkan di tengah masa jabatannya, padahal ia masih sholat bersama umat Islam, maka pemimpin selanjutnya yang menggantikan lebih besar mudharat-nya daripada manfaatnya.
i

Redaktur : A.Syalaby Ichsan
Reporter : C57
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar