Joko Widodo (kiri) bersama personil Slank, Bimbim (kanan) memberi keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan tertutup di markas Slank, Jl Potlot, Jakarta, Selasa (27/5).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir menilai, pembukaan rekening atas nama Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) merupakan bentuk gratifikasi. Karena status Jokowi masih sebagai Gubernur DKI Jakarta meski pun sedang mengambil cuti.
"Meski pun cuti, Jokowi tetap sebagai pejabat negara. Beda ceritanya kalau dia mengundurkan diri sebagai gubernur. Itu artinya dia tidak lagi menjabat sebagai orang nomor satu di DKI," ujar Mudzakkir dalam keterangan tertulis, Ahad (1/6).
Mudzakkir menanggapi langkah Jokowi-JK yang membuka rekening bank untuk menampung sumbangan dari masyarakat.
Karenanya, Jokowi harus mundur sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk menghindari peluang gratifikasi mau pun suap. Ia mencontohkan mundurnya Hatta Rajasa sebagai menteri untuk menjaga netralitas dan pengaruh terkait jabatannya.
Ia mengaku khawatir kalau pembiaran gratifikasi dan suap dengan alasan cuti untuk kegiatan atau ikut kompetisi jabatan lain kan tidak produktif dalam pemberantasan tipikor.
"Yang menjadi pertanyaan, mengapa Sekjen MA Nurhadi yang memberikan cendera mata berupa iPod untuk semua undangan dinyatakan gratifikasi? Sementara sengaja buka rekening untuk menampung harta, sumbangan atau donatur tidak dinyatakan gratifikasi? Hanya karena statusnya sedang menjabat, sedang cuti," ujar dia.
Ia mengatakan, KPK sebaiknya menindak rekening Jokowi-JK kalau dinilai sebagai bentuk gratifikasi. Dengan batas waktu pelaporan dalam waktu 30 hari.
"Batas waktunya 30 hari kalau dinilai sebagai gratifikasi, suap aktif atau pasif bisa langsung ditindak. Karena gratifikasi sebagai bentuk dari suap yang bedanya hanya tipis sekali," ujar dia.