Siluet jurnalis mengikuti diskusi "Menolak Kampanye Hitam, Mendorong Kampanye Positif" di Jakarta, Kamis (22/5).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Indonesia Agung Suprio menilai kampanye negatif perlu dilakukan. Setidaknya, sebagai upaya 'menelanjangi' lawan politik dan membuka mata publik atas rekam jejak masing-masing kandidat capres-cawapres.
"Kampanye negatif dilakukan untuk mengeksploitasi kelemahan lawan, dan masih termasuk dalam kampanye sehat. Bahkan diwajibkan agar pemilih mengetahui rekam jejak kandidat. Saya katakan kampanye negatif seperti 'menelanjangi' para kandidat sehingga pemilih dapat melihat secara utuh para kandidat," kata Agung.
Ia mengatakan, hikmah dari kampanye negatif agar publik dapat memastikan seorang kandidat capres dan cawapres benar-benar bersih ketika menjabat.
"Kampanye negatif ini berdasarkan fakta, berbeda dengan kampenye hitam yang dasarnya fitnah dan primordial. Kalau kampanye hitam ini jelas dilarang berdasarkan peraturan tentang kampanye," kata dia.
Dia mengingatkan kampanye hitam justru dapat masuk ranah pidana. Termasuk pelanggaran atas peraturan informasi, telematika, dan elektronika jika dilakukan di televisi, internet, dan sejenisnya.
Untuk mencegah terjadinya kampanye hitam yang dilakukan simpatisan, menurut dia, sebaiknya dua poros koalisi saling berkomitmen. Termasuk menyerukan kepada pendukungnya untuk melakukan kampanye sehat.
"Selain itu, melaporkan black campaign kepada institusi yang berwenang agar menimbulkan efek jera kepada calon pelaku kampanye hitam," ujar dia.