REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ilmu komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando mengatakan, apa yang disampaikan Joko Widodo (Jokowi) ketika deklarasi kampanye damai 2014, Selasa (3/6) malam, merupakan pernyataan kejujurannya yang tak berbasa-basi.
Ketika menyampaikan pidatonya saat deklarasi kampanye damai yang digelar KPU, Jokowi diakuinya tampak kaku. Namun di balik semua itu, apa yang disampaikan Jokowi secara subtansial penuh arti dan makna.
"Saya rasa Jokowi ingin menunjukkan bahwa dia tidak memerlukan sikap berpura-pura ramah dan bersahabat bila sebenarnya tidak dibarengi dengan sikap bersahabat dan saling menghargai yang tulus," katanya.
Menurut Ade pernyataan Jokowi yang mengatakan bahwa pilpres merupakan "demokrasi yang mensejahterakkan, bukan demokrasi yang mencelakakan," patut diberi apresiasi.
Sebab proses pilpres diakui atau tidak telah memanas karena banyaknya kampanye hitam. Dalam perkembangannya, kampanye itu telah membabi buta. Antara lain, dengan peredaran tabloid gelap ke pesantren.
Menurutnya, pernyataan Jokowi di kampanye damai sudah diikuti dengan seksama oleh publik. Buktinya, deklarasi damai #Jokowiday sudah menjadi trending topik di twitter.
Menurut dia Jokowi memang hanya berpidato secara singkat. Namun apa yang disampaikannya justru lebih substantif sebab mengandung makna yang dalam tentang betapa pentingnya pilpres yang disebutkan sebagai demokrasi yang menggembirakan.
"Saatnya kita bersikap jujur dan saling menghargai untuk menyelamatkan demokrasi. Kritik adalah penting, namun kita tak bisa mentoleransi penyebaran atas dasar SARA, penyebaran kebohonan dan manipulasi. Mari kita belajar berdemokrasi secara benar," imbau Ade.