Personel Babinsa TNI AD mendengar arahan saat menerima jatah sepeda motor alokasi khusus Kodam Iskandar Muda di Makodim 0103 Aceh Utara, Aceh, Selasa (4/3).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pertahanan dari LIPI, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan mencuatnya kasus Bintara Pembina Desa (Babinsa) telah mencederai prestasi reformasi TNI.
Ia menilai kasus ini setidaknya telah memperlihatnya terjadinya perubahan dalam struktur dan kultur dalam reformasi TNI. Padahal ketika reformasi 1998, kata dia, banyak perubahan di tingkat kebijakan dan organisasi TNI.
''Saya terkejut (dengan kasus Babinsa ini) karena Babinsa di masa Orde Baru menjadi pengerah capres tertentu, sekarang justru terjadi lagi,'' kata Jaleswari di Media Center Jokowi-JK, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/6).
Adanya pengerahan Babinsa untuk memilih capres tertentu, menurut Jaleswari, sungguh menciderai hak-hak warga negara untuk menentukan pilihannya secara bebas. "Hak untuk memilih secara bebas itu akan mendapat kendala," katanya.
Oleh karena itu, ia mendesak, harus ada perhatian dan hukuman terhadap oknum aparat yang melanggar. Jika tidak, kata dia, prestasi reformasi TNI yang sudah berjalan baik selama 16 tahun ini akan terciderai.
Ia juga mengapresiasi laporan dari TNI, mengenai oknum Babinsa yang tidak menjaga sikap netralitas dalam Pilpres. Selanjutnya, pelaporan dari daerah harus ditindaklanjuti dengan klarifikasi data dan proses identifikasi.
''Ini diperlukan agar memberikan efek jera terhadap semua oknum yang ingin melakukan kampanye terselubung dan menarik TNI kembali aktif dalam politik praktis,'' ujarnya.