Calon presiden Prabowo Subianto menyapa warga di Astana Anyar, Kota Bandung, Kamis(5/6). (foto: Septianjar Muharam)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator pemenangan Prabowo-Hatta wilayah Jawa Tengah, Suryo Prabowo menilai, saat ini kedekatan capres dengan rakyat telah menjadi komoditas. Agar dapat dipilih menjadi presiden, berbagai pencitraan pun ditampilkan agar seakan-akan dekat dengan rakyat.
"Prabowo itu tidak bisa akting seperti capres yang di sana. Itu memang kelemahan Prabowo. Dia terlalu jujur untuk bisa berpura-pura," ujar Suryo di hadapan seluruh tim pemenangan Prabowo-Hatta di Banjarnegara dalam keterangan yang diterima ROL, Ahad (8/6).
Menurutnya, untuk membangun citra dekat dengan wong cilik, berbagai skenario kepura-puraan dipertontonkan kepada masyarakat. Ini dilakukan dengan menggunakan berbagai simbol. Mulai dari naik sepeda onthel, bajaj atau makan pinggir jalan.
Hal ini, lanjutnya, berbeda dengan Prabowo yang berlatar belakang tentara yang memang dididik untuk merakyat.
"Dalam berbagai operasi perang, semua tentara yang diterjunkan tidak ada yang hidup senang. Makan seadanya tidur pun secukupnya. Semua prajurit TNI sudah terlatih dengan penderitaan seperti itu. Ini membuat Prabowo merasakan langsung penderitaan rakyat dan dia ingin nasib rakyat berubah melalui berbagai kebijakannya jika terpilih menjadi presiden," paparnya.
Sebaliknya, kata dia, Prabowo oleh lawan politiknya dicitrakan borjuis atau elitis yang tidak dekat dengan rakyat. Padahal, kedekatan dengan rakyat tidak bisa dengan cara bepura-pura.
"Kita sedang memilih seorang presiden bukan kepala desa. Presiden untuk 250 jiwa rakyatnya dengan luas wilayah setara dengan perjalanan dari London di Eropa hingga Baghdad di Timur Tengah," tegasnya.
Bagi rakyat, ujar dia, yang dibutuhkan dari seorang presiden adalah kebijakan prorakyat bukan proasing. Meski pun dinilai borjuis, tapi visi dan kebijakan Prabowo dijamin populis.
Prabowo pun dianggap memiliki konsep jelas menyelesaikan berbagai masalah rakyat. "Salah satunya perlindungan dan penataan kembali pasar tradisional agar kembali hidup sebagai sentra ekonomi rakyat. Produksi dan distribusi pupuk yang merata, murah dan terjangkau bagi petani," paparnya.
Ia menyebut, Prabowo tercatat sudah tiga kali ke Banjarnegara, tapi tidak pernah diliput media. Itu karena komitmen Prabowo yang mencoba mencari solusi, bukan membangun citra.
"Saya sempat dengar cerita dari Pak Samid, petani gurem di Banjarnegara. Prabowo selalu dirindukan karena kehadirannya mampu memberi solusi dan membangkitkan semangat bekerja pada rakyat," paparnya.