Santri melihat tabloid Obor Rakyat di Ponpes Darul Ulum Rejoso Peterongan, Jombang, Jawa Timur, Selasa (3/6).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Front Pembela Obor Rakyat (FPOR) menilai tidak ada kampanye hitam yang dilakukan tabloid tersebut terhadap Joko Widodo.
Inisiator FPOR dari Korps Muballigh Jakarta (KMJ), Edy Mulyadi mengatakan, ada hal yang membedakan antara kampanye hitam dengan kampanye negatif.
''Kampanye hitam dan kampanye negatif adalah dua hal yang sama tapi sekaligus berbeda,'' kata dia, Rabu (18/6).
Ia mengatakan, keduanya sama-sama menyebarluaskan segala keburukan, kelemahan, dan kesalahan pihak lain. Hanya saja ada perbedaan dalam pembuktian kebenarannya. Jika kampanye hitam tidak memiliki bukti akan kebenaran, sementara kampanye negatif substansi materinya benar.
''Apa yang dilakukan Obor Rakyat adalah kampanye negatif. Ini bukan cuma perlu, tapi harus. Dalam memilih pemimpin, rakyat tidak boleh ibarat membeli kucing dalam karung,'' kata dia.
Edy melanjutkan, Jokowi dianggap telah melanggar sumpah karena lari dari kepemimpinan Jakarta. Jokowi belum tuntas dalam memimpin hingga lima tahun ke depan.
Sementara Pemred Voice of Islam Mashadi menjelaskan, media alternatif semacam Obor Rakyat sangat diperlukan, terutama ketika banyak media mainstream tidak menjalankan fungsinya secara berimbang.
''Mereka cenderung hanya memuji-muji Jokowi, tanpa sedikitpun menulis kelemahan dan keburukannya,'' ujarnya.
Menurut dia, sesuatu akan menjadi tidak sehat tanpa adanya kritik. Presiden terpilih nantinya akan memimpin sebuah negara dengan penduduk lebih dari 240 juta jiwa.
Sebelumnya, sejumlah aktivis membentuk Front Pembela Obor Rakyat (FPOR) karena kecemasan terhadap pemberitaan tidak berimbang terkait Obor Rakyat.
Selain Edy Mulyadi dari Korps Muballigh Jakarta (KMJ) dan Mashadi sebagai Pemred Voice of Islam, ikut juga Alfian Tanjung dari Taruna Muslim, M Hasbi Ibrohim dari Laskar Anti Korupsi/LAKI Pejuang 45 serta Budhi Setiawan yang merupakan aktivis dakwah.