REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim sukses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Suryo Prabowo meminta masyarakat untuk tidak mempercayai Wiranto. Ketua Umum Partai Hanura itu dituding oportunis.
"Jangan percaya Wiranto karena dia oportunitis dan kutu loncat. Habis numpang hidup di zaman Soeharto, dia loncat ke Habibie. Ketika Gus Dur jadi presiden, dia dipecat. Karena Gus Dur paham, Wiranto adalah pelanggar HAM sebenarnya", ujarnya, Kamis (19/6).
Sebelumnya, Wiranto menyatakan, Prabowo Subianto terbukti terlibat dalam kasus penculikan. Prabowo yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad, dinilai Dewan kehormatan Perwira (DKP) telah dibuktikan terlibat dalam kasus penculikan.
"Maka, tentu beliau diberhentikan sesuai dengan norma yang berlaku," kata Wiranto dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (19/6) sore.
Menanggapi itu, Suryo pun meminta Wiranto untuk tidak banyak berkelit. "DKP itu produk politik Wiranto pribadi untuk membunuh karakter Prabowo. Dia menunggangi DKP untuk mematikan karier Prabowo yang saat itu lebih dicintai oleh prajurit," ujarnya.
Suryo juga menyatakan, DKP yang dibentuk Wiranto cacat secara hukum. Karena bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Panglima ABRI No 838/III/1995 tertanggal 27 November 1995 tentang Petunjuk Administrasi Dewan Kehormatan Militer.
"Dalam ketentuan Nomor 7 (a-3) dan 7 (c-2) disebutkan, pembentukan DKP untuk memeriksa perwira yang bersangkutan hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hukum yang dijatuhkan peradilan militer. Pertanyaannya, kapan dan di mana Prabowo diadili melalui Peradilan Militer?" tanya dia.
Ia menjelaskan, Prabowo sengaja tidak diajukan ke Mahkamah Militer untuk menutupi keterlibatan petinggi ABRI atasan Prabowo saat itu. Peradilan terhadap Prabowo pun sengaja diulur-ulur.
"Padahal desakan untuk menggelar Mahmil sangat kuat. Tapi keputusan tetap ada di tangan Wiranto. Kalau dia mengulur-ulur, ini menandakan ada permainan politik untuk tujuan tertentu," ungkapnya.
Apalagi, tambah dia, sudah ada penjelasan tertulis dari Presiden SBY yang saat itu juga sebagai anggota DKP. Dikatakan, Prabowo diberhentikan secara hormat. "Kalau tidak percaya pada presiden itu artinya tidak percaya pada NKRI. Ini bahaya, jenderal purnawirawan tidak percaya pada NKRI," ujarnya.
Suryo menduga, Wiranto terpaksa menyampaikan pernyataan tersebut untuk mengambil hati Megawati Sukarnoputri. Tujuannya, agar dilihat berperan dalam pemenangan Joko Widodo (Jokowi).
"Ini semacam investasi politik Wiranto pada Megawati. Semua Jenderal di sekitar Mega sudah tampil. Nah sekarang giliran Wiranto. Sehingga lengkap sudah, Luhut Panjaitan, Agum Gumelar, Hendropriyono, Fahrul Rozi, Samsul Jalal dan Wiranto berkonspirasi untuk menunjukan kesetiaannya kepada Megawati dengan cara memfitnah dan mendzalimi Prabowo," paparnya.