REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Capres nomor urut dua, Joko Widodo (Jokowi) dinilai unggul soal ide baru. Hal itu dilihat dari debat capres ketiga bertema Politik Internasional dan Ketahanan Nasional di Hotel Holiday Inn, Ahad (22/6) malam.
Haris Azhar dari Kontras menilai keunggulan ide Jokowi terlihat dari ide pesawat tanpa awak (drone). "Ada drone untuk mengawasi perairan, itu khasnya dia, ide-ide yang solutif untuk menangani persoalan yang ada," kata Haris di Jakarta, Senin (23/6).
Sementara, katanya, capres nomor urut satu, Prabowo Subianto, lebih konservatif. Prabowo dinilai menunjukkan kepanjangan tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, Prabowo gagal menjelaskan apa konsep pertahanan yang digagas lebih pada apa yang sudah dimulai SBY dan akan melanjutkan.
Haris mengaku cukup tertarik dalam hal pengembangan sistem pertahanan berbasis laut di Indonesia. Jokowi dinilai lebih unggul dalam mengembangkan drone.
Namun Jokowi tidak menggambarkan ketahanan laut dalam potensi tempur. Sedangkan soal reformasi ketahanan TNI kedua calon dinilai tidak mampu menjelaskan soal doktrin, strategi dan struktur. Keduanya hanya membahas soal alat utama sistem pertahanan (alutsista) bukan strategi.
Sementara itu, katanya, Prabowo dinilai takut untuk mendiskusikan politik luar negeri lebih jauh. Hal itu dilihat saat Prabowo memilih meneruskan politik luar negeri SBY.
Haris menilai kapasitas Prabowo kalau mengklaim meneruskan SBY sangat berbeda. Karena SBY relatif terlihat sebagai pemimpin senior di Asia. "Susah kalau dia mau mengklaim. Karena Prabowo punya catatan pelanggaran HAM yang berat," imbuh Haris.
Haris juga mengapresiasi Jokowi yang melarang mengirim TKI ke negara yang masih menerapkan aturan yang membahayakan WNI. Selanjutnya soal peran Indonesia di Asean, keduanya belum menjelaskan apa yang diandalkan Indonesia.
Menurut Haris, soal pasar bebas di Asean antara khawatir dan tidak khawatir. Karena sembilan negara lain kapasitasnya hampir sama dengan Indonesia. Dibilang mengkhawatirkan dari sisi kapasitas ketahanan sumber daya manusia.
"Catatan saya, keduanya masih menganggap Asean itu penting. Tapi apa yang menguatkan Indonesia dalam politik di Asean yakni jumlah penduduk yang surplus dan kekuatan maritim," imbuhnya.