Direktur Eksekutif Lingkar Madani Demokrasi Indonesia (LIMA Indonesia), Ray Rangkuti (kanan) bertemu dengan Komisioner Bawaslu, Nelson Simanjuntak (kiri) di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (28/3).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan aktivitas kampanye di media sosial menjadi salah satu area pengawasan yang dilakukan Bawaslu. Namun, diakui sangat sulit menindak pelanggaran kampanye terutama kampanye hitam di media sosial.
"Kampanye di medsos memang tidak diatur karena itu kan gratis. Itu (kampanye) akan sulit mengontrolnya dengan menggunakan UU Pemilu," kata Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak, di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (3/4).
Dalam UU Pemilu nomor 8 tahun 2012, menurut Nelson sebenarnya diatur dalam Pasal 86 ayat 1 tentang larangan dalam kampanye pemilu. Disebutkan pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Aturan tersebut bisa digunakan untuk mengawasi materi kampanye yang kerap dipakai dalam media sosial."Ini mungkin yang bisa kami tindak dari segi pemilu. Tapi memang lemah, hanya administrasi, apa lagi waktunya sempit," ujar Nelson.
Meski begitu, kata dia, Bawaslu akan menguatkan pengawasan kampanye di medsos melalui kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Lantaran, hasil pengamatan sementara memperlihatkan upaya kampanye hitam di medsos mulai meningkat.
Menurut Nelson, Bawaslu akan melakukan kerja sama dan penandatanganan nota kesepahaman dengan Kemkominfo. Dengan begitu, penindakan pelanggaran kampanye di medsos bisa memakai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Kalau merujuk aturan ITE, pelanggaran yang sifatnya kampanye hitam itu bisa dipidanakan. Kami juga akan bekerja sama dnegan kepolisian khususnya unit Cyber crime," jelas Nelson.