REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Angkatan 66 Jawa Barat menginginkan calon presiden (capres) alternatif yang berdarah muda. Salah satunya mereka mendukung tampilnya tokoh muda dan aktivis mahasiswa ITB era pertengahan 1980-an, Moh Jumhur Hidayat.
"Kami mendorong tokoh muda Moh Jumhur Hidayat berkompetisi dalam kepemimpinan bangsa pada Pemilu 2014," kata Hasan Sukur, mewakili Angkatan 66 Jabar, saat membacakan pernyataan sikap pada Peringatan Tritura ke-48 di Bandung, Sabtu (18/1/2014).
Hasan yang pernah menjadi wartawan salah satu majalah mingguan berita terkemuka, menyampaikan Jumhur merupakan figur tepat mewakili tokoh muda asal Jawa Barat.
"Selama ini kita seperti mendorong mobil mogok dan setelah mobilnya jalan, kita ditinggalkan. Sekarang kita ingin menjadi pengemudinya, mengendalikan ke mana arah mobil dibawa," jelasnya, menganalogikan.
Ia menegaskan, rakyat Jawa Barat memang harus memiliki calon untuk diusung menjadi pemimpin bangsa pada Pilpres mendatang. Untuk menghadapi Pemilu 2014, Angkatan 66 Jawa Barat juga menyerukan segenap bangsa untuk aktif menyukseskan Pemilu.
"Pemilu yang jujur dan adil merupakan upaya memilih pemimpin dan wakil rakyat yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai aspirasi dan kepentingan bangsa," tambah pernyataan tersebut.
Angkatan 66 Jawa Barat juga meminta segenap warga negara yang memiliki hak pilih untuk tidak bersikap golput alias tidak menggunakan hak pilihnya.
Adapun acara peringatan Tritura oleh Angkatan 66 Jabar ini bertema 'Dengan Semangat Tritura Kita Gagas Indonesia yang Berdaulat'. Hadir sejumlah tokoh senior Jawa Barat yaitu Tjetje Padmadinata, Engkos Hidayat selaku Ketua Angkatan 66 Jabar, HD Sutisno, Ketua Dewan Pensihat Paguyuban Pasundan H Syafei, dan DR Sudirman, pinisepuh Angkatan 66 Jabar.
Menurut pernyataan itu, perjuangan Tritura oleh kalangan aktivis dan kesatuan aksi pelajar, pemuda, dan mahasiswa yang pada 1966 menyampaikan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura), yakni bubarkan PKI dengan kembali kepada Pancasila dan UUD 1945, turunkan harga, serta bubarkan kabinet, itu tetap memiliki relevansi semangat dalam konteks kekinian.