Pramono Edhie, Capres yang Pernah Disuap, tapi...
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Jenderal (purn) Pramono Edhie Wibowo.
REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Jelang Pemilu Legislatif 9 April 2014 diikuti pemilihan presiden periode 2014--2019, mulai bermunculan figur calon pemimpin terbaik bangsa ini, salah satunya Pramono Edhie Wibowo.
Pramono Edhie Wibowo merupakan salah satu peserta konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat yang siap hadir di tengah masyarakat Kota Palembang dalam acara 'Debat Bernegara' antarcalon presiden peserta konvensi, Jumat (24/1) malam.
Ketua Media Center Peserta Konvensi Capres tersebut Dr Rajab Ritonga dalam silaturahmi dengan wartawan di Palembang, Rabu (22/1), menjelaskan, Pramono Edhie Wibowo adalah sosok purnawirawan perwira tinggi TNI AD berbintang empat yang dikenal sebagai sosok sederhana dan merupakan pemimpin yang berkarakter.
Salah satu dari 10 peserta konvensi itu, Pramono Edhie memang tidak sepopuler peserta lainnya, termasuk kalah populer dibandingkan ayahandanya, almarhum Letnan Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo yang dikenal luas oleh rakyat Indonesia.
Namun sifat-sifat keutamaan yang ada pada diri Sarwo Edhie hampir seluruhnya menurun pada pribadi Pramono Edhie Wibowo.
Sebagaimana ayahandanya, Pramono Edhie Wibowo dikenal sebagai pribadi yang sederhana, berani, jujur, tegas, merakyat, dan santun.
Perbedaan Pramono Edhie dengan ayahandanya Sarwo Edhie, yakni lebih humoris dan memiliki pribadi yang sederhana, berani, jujur, tegas, merakyat, dan santun sesuai dengan tanggal, bulan dan tahun kelahirannya.
Pramono Edhie yang merintis karir militer sejak lulus Akademi Angkatan Bersenjata RI Bagian Darat (kini Akademi Militer) pada 1980 itu, merupakan kelahiran Magelang pada tanggal, bulan, dan tahun yang istimewa yakni 5 Mei 1955 (5-5-55).
Anak kelima Sarwo Edhie ini menghabiskan sebagian besar karir militernya di Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Berbagai jabatan yang pernah dipegangnya di korps baret merah itu, mulai dari komandan peleton, komandan kompi, komandan detasemen, komandan batalion, komandan grup hingga menjadi Komandan Jenderal Kopassus.
Selain di Kopassus, Pramono Edhie Wibowo pernah bertugas sebagai ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri, Kepala Staf Kodam Diponegoro, Panglima Kodam Siliwangi, Panglima Kostrad, dan mengakhiri karir militer dalam jabatan Kepala Staf TNI AD (Kasad) pada Mei 2013 dengan pangkat jenderal bintang empat.
Setelah pensiun di karir militer, Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo melanjutkan pengabdiannya menjadi anggota Dewan Pembina Partai Demokrat.
Dalam acara 'Debat Bernegara' di Palembang, Pramono Edhie akan menyampaikan pandangan-pandangannya mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara bila kelak mendapat amanah dari rakyat untuk memimpin bangsa Indonesia.
Setelah melihat perjalanan karir yang mulus dan terbilang sukses, serta pandangannya mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara, diharapkan Pramono Edhie Wibowo yang sedang mengikuti konvensi capres Partai Demokrat bersama 10 peserta lainnya, bisa meraih dukungan masyarakat untuk memenangi konvensi atau pemilihan capres dari Partai Demokrat, kata Rajab Ritonga pula.
Anti-'Kongkalikong'
Kejujuran Pramono Edhie sudah teruji selama 33 tahun tiga bulan dalam karir militernya. Sebagai bukti, saat menjabat Kasad, dia membeli 'main battle tank Leopard' dengan cara pengadaan yang sangat efisien.
Dalam proses pengadaan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) pada institusi yang dipimpinnya, ketika itu sejumlah pihak mengajak Pramono Edhie Wibowo melakukan 'kongkalikong' atau memberikan imbalan sejumlah uang yang nilainya cukup besar mencapai miliaran rupiah untuk menunjuk perusahaan tertentu yang dipilih melakukan pengadaannya.
Jika bersedia diajak 'main mata' oleh perusahaan rekanan, maka tank yang bisa dibeli hanya 44 unit, bukan 150 unit seperti yang ada sekarang ini.
Namun karena tidak bersedia 'kongkalikong', ayah dari Pastri Astuti Dewi dan Dewantho Edhie Wibowo ini pun dimusuhi banyak pihak, tapi dia tidak ambil peduli dengan mereka yang memusuhinya itu.
Dalam hal ujian kejujuran, Pramono Edhie Wibowo pernah juga coba disuap Rp20 miliar ketika membeli alat bidik (keker) senapan. Alat itu harganya di pasaran Rp19 juta, namun ditawarkan kepadanya Rp25 juta per unitnya.
"Penjual berjanji memberikan Rp4 juta per unit untuk Pramono dari rencana pembelian sebanyak 5 ribu unit, namun dia menolak ketidakjujuran tersebut, bahkan bisa mengusahakan mendapatkan keker itu dengan harga pabrik hanya Rp9 juta per unit," ujar Ketua Media Center peserta konvensi Capres Partai Demokrat itu pula.
Selain jujur, Pramono Edhie dikenal selalu hidup sederhana, seperti selalu berpergian menggunakan pesawat di kursi kelas ekonomi, dan tidak suka dengan pesta, seperti saat menikahkan anak perempuannya, ketika menjabat Kasad, justru dia tidak menggelar pesta.
Dalam hal ketegasannya, sosok Pramono Edhie dapat dilihat ketika suami Kiki Gayatri ini menangani kasus LP Cebongan yang menghebohkan itu, sehingga oknum militer yang berbuat salah dan melanggar hukum harus menjalani sanksi dan hukuman sebagaimana mestinya.
Sosok Pramono Edhie Wibowo cocok untuk memimpin bangsa Indonesia saat ini dan ke depan, dalam menghadapi tantangan yang semakin berat.