REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Andrinof Chaniago, mengatakan posisi calon wakil presiden (cawapres) tidak perlu representasi tokoh politik atau tokoh partai. ''Sebaiknya untuk posisi cawapres bukan dari tokoh partai,'' kata Andrinof saat dihubungi Republika di Depok, Jawa Barat (Jabar), Sabtu (15/3).
Terkait dengan telah diumumkan secara resmi Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (Capres) oleh PDI Perjuangan (PDIP), Andrinof menilai jika perolehan suara PDIP pada Pemilu Legislatif (Pileg), 9 April 2014 cukup signifikan sehingga PDIP dapat mencalonkan sendiri capres dan cawapresnya sebaiknya Jokowi dipasangkan dengan tokoh profesional, bisa dari kalangan akademisi, praktisi, militer atau birokrat.
''Kalau untuk pasangan Jokowi, kreteria utama yang cocok yang memiliki kemampuan menonjol dalam manajemen dan hukum pemerintahan. Penegakkan hukum yang paling utama menjadi masalah besar bangsa ini. Kalau ditegakkan masalah-masalah lainnya seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya akan dengan mudah diselesaikan,'' paparnya.
Pengamat politik dari Pemerhati pemilu Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai tokoh profesional dibidang hukum pilihan yang bagus untuk mendampingi Jokowi. Sosok Jimly Asshiddiqie sangat cocok dipasangankan dengan Jokowi sebagai cawapres karena dianggap memiliki kemampuan profesional dalam penegakkan hukum.
''Sebenarnya Jimly dipasangkan dengan siapa saja pasti cocok, karena pertama orangnya sangat komit untuk kepentingan bangsa dan negara, selain itu, figur dan style nya yang mampu mengimbangi berbagai kalangan, baik kalangan politikus, aktivis, maupun bisa berkomunikasi dengan berbagai macam aliran agama terutama dengan kalangan Islam,'' tutur Ray.