Upacara pembukaan Latihan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) TNI di Lapangan Batalyon 461 Paskhas, Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (24/1). (Republika/Adhi Wicaksono)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat militer CSIS Alexandra Retno Wulan memandang perang bintang (persaingan jendral militer) yang terjadi saat ini untuk menarik perhatian agar dapat menjadi pemimpin negara, baik sebagai capres ataupun cawapres. Menurutnya, perang bintang tak ada masalah selama berlangsung secara alami.
"Saya rasa memang sudah terlihat perang bintang. Kalau militer masih mampu silahkan, demokrasi sudah maju," kata Alexandra. Menanggapi wacana Cawapres Jokowi adalah militer, Alexandra meyakini ada mekanisme PDIP untuk menentukan nomor urut dua (Cawapres)," katanya, Senin (17/3).
Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie mengemukakan bahwa sosok militer cawapres seharusnya memang militer tetapi dengan vision outward looking. "Harus punya wawaasan pertahanan," tegas Connie.
Berbeda, Connie tidak melihat adanya perang bintang. Suasana saat ini dikatakannya telah kompetitif dan partai akan berfikir pragmatis. "Tetapi saya pikir tetap figur militer harus ada dekat Jokowi sebagai cawapres, atau jika tidak Jokowi sudah harus siap-siap berani merombak Polri di bawah departemen sehingga National Security Council (NSC) bisa dibentuk," ujar Conniee.
Saat ini diketahui nama Prabowo Subianto, dan Wiranto dicapreskan oleh masing-masing partainya. Sementara Pramono Edhie Wibowo masih bergulat di Konvensi Capres Partai Demokrat. Selain nama diatas, mulai muncul pula sejumlah nama yang dipandang berpeluang menjadi Cawapres sepert Panglima TNI Jendral Moeldoko, KSAD Jendral Budiman dan mantan KSAD Jenderal (pur) Ryanmizard Ryacudu (mantan KSAD).