REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Politisi senior Golkar yang kini menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung kembali menyatakan kesiapannya untuk maju sebagai cawapres termasuk berpasangan dengan capres yang diusung PDIP Joko Widodo.
"Saya tegaskan lagi jika menjadi cawapres bersedia, terutama jika pengalaman saya selama ini di pemerintahan, politik, sosial dan di DPR dianggap patut untuk mendampingi capres. Tetapi, sampai saat ini saya tidak melakukan langkah khusus untuk mendekatkan diri ke parpol agar jadikan saya sebagai cawapres," ujar Akbar pada "Bincang Pagi Bersama Bang Akbar" di kediamannya, Kawasan Senopati Kebayoran Baru , Senin.
Mantan Ketua DPR dan Ketua umum Partai Golkar ini mempersilakan jika ada partai yang menilai dirinya mampu menjadi cawapres. Akbar membuka peluang kemungkinan berkoalisi dengan Jokowi selaku calon presiden dari PDIP.
Dia pun mengukapkan data hasil survei yang diberitakan sebuah majalah berita mingguan yang menempatkan namanya sebagai salah satu cawapres untuk mendampingi Joko Widodo.
Menjawab pertanyaan mengenai kedekatannya dengan PDIP dan dengan Megawati, Akbar mengaku sudah lama dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo. "Saya pernah satu sekolah di SMP Cikini dengan Mega. Pernah kursus Bahasa Inggris bersama dengan Mega di Lembaga Indonesia Amerika, pernah sama-sama anggota DPR dan juga dalam pilpres 2004, PDIP dan Golkar bersama dalam Koalisi Kebangsaan," katanya.
Dalam sebuah survei yang dilakukan Freedom Foundation beberapa waktu lalu, nama Akbar mencuat sebagai kandidat wapres dengan perolehan suara enam persen Survei berikutnya ketika Akbar dipasangkan dengan Jokowi, maka memperoleh kemenangan sekitar 44,6 persen, dibandingkan pasangan lain.
Evaluasi
Dalam acara yang digagas sebagai media komunikasi Akbar dan insan pers, mantan Mensesneg ini menjelaskan perkembangan kampanye dan bagaimana dirinya terjun akif sebagai jurkamnas di seluruh Tanah Air. Golkar punya target tinggi, 30 persen suara pemilu 2014 (24,5 juta suara atau sekitar 170 kursi DPR RI).
Menurut dia, target ini sangat tinggi mengingat pada pemilu 2009, Golkar hanya mendapat 14,5 persen suara (15 juta suara ) atau 106 kursi DPR RI.
"Namun jalan menuju target sangat berat, mengingat konsolidasi partai belum maksimal, karena banyak kader dan pimpinan partai di pusat dan daerah terlibat kasus korupsi, juga persoalan moral," kata Akbar.
Karena itu, kata Akbar, hasil pemilu legislatif 2014 nanti menjadi bahan evaluasi bagi Golkar, termasuk menyiapkan opsi-opsi dalam menghadapi pilpres Juli 2014 sebab dalam Rapimnas itu kemungkinan banyak suara atau pendapat soal capres dan juga cawapres.