REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Matahari terbit di pagi hari, sedangkan bulan muncul saat malam. Kondisi itu diperkirakan, akan menjadi pola manajemen kepemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) jika menjabat sebagai presiden dan wakil Presiden.
Analogi tersebut bukan berarti salah satu dari mereka secara bekerja bergantian di pagi dan malam hari. Namun, kompetensi dan kualifikasi keduanya saling melengkapi. Apalagi mereka punya karakter yang tanggap dan tak segan turun ke jalan.
Hal tersebut yang dipaparkan pengamat politik Universitas Nasional Jakarta, Firdaus Syam. Dia membantah, kalau tipikal Jokowi dan JK justru memunculkan kekhawatiran matahari kembar yang saling tumpang tindih pekerjaan.
"JK itu potensial untuk Jokowi. Melihat pengalaman dan kinerjanya, hanya dia yang mampu mengimbangi dan melengkapi gaya kepemimpinan Jokowi," kata Firdaus dalam diskusi Forum Indonesia Maju (Forima) di Hotel Alia Prapatan, Kamis (8/5).
Gubernur DKI Jakarta tersebut membutuhkan pendamping yang sarat dengan pengalaman. Apalagi, mantan wakil Presiden RI periode 2004 - 2009 itu, sudah selesai dengannya. Menurut dia, sudah tidak ada lagi ambisi pribadi yang menganggu kinerjanya.
Kelemahan JK terdapat pada faktor usianya. Namun kesehatan dan tenaga dari Jokowi menjadi penyeimbang kinerja pemerintahan. Keduanya, kata dia, saling membutuhkan sehingga kinerja mereka ibarat bulan dan matahari yang mampu kerja silih berganti.
Selain JK, Jokowi juga hendak dipasangkan dengan Mahfud MD. Ia dinilai sebagai figur yang punya pengalaman birokrasi dan pemerintahan. Namun, keterpilihannya dia membuka ruang lemahnya politik luar negeri dan visi pembangunan ekonomi.
"Jika diperhatikan, hanya JK yang punya kompetensi dan integritas lebih unggul sebagai cawapres," ujar dia.