Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berbincang dengan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (kanan) di Balai Kota Bandung, Kamis (17/4). (Republika/Edi Yusuf)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan komitmennya dalam memihak rakyat kecil. Jokowi mengatakan, ia akan langsung melunasi ganti rugi pada korban lumpur Lapindo apabila berhasil menjadi presiden.
"Kalau saya sih sudah saya panggil. Nih ganti. Tidak usah dibicarakan lagi," ujar Jokowi ketika bertemu dengan sejumlah pengacara dan pakar hukum di kantor Adnan Buyung Nasution & Partners, di Plaza Alstom, Jakarta Selatan, Jumat (16/5).
Meski Jokowi menyatakan komitmennya atas korban lumpur Lapindo, namun aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang hadir dalam pertemuan tersebut mempertanyakan alasan Jokowi yang sedang menjajaki kemungkinan koalisi dengan Partai Golkar. Sebab, mereka menilai partai yang diketuai oleh Aburizal Bakrie, yang juga pemilik PT Lapindo Brantas, tersebut tidak serius menuntaskan kasus-kasus korupsi.
"Orang akan mempertanyakan apa Pak Jokowi bisa membela keinginan kaum-kaum yang tertindas?" ujar salah satu aktivis.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi mengatakan bahwa partainya terbuka untuk bekerja sama dengan partai mana pun. Namun, tentu dengan perjanjian tidak ada bagi-bagi jabatan.
Seperti diketahui, bencana lumpur Lapindo pertama kali terjadi pada Mei 2006. Lumpur panas menyembur dari lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Semburan lumpur panas tersebut menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 14/2007 tentang BPLS menyatakan PT.Lapindo Brantas Inc harus membayar ganti rugi senilai Rp3,83 triliun pada korban lumpur di peta area terdampak.
Adapun ganti rugi bagi korban di luar area terdampak ditanggung oleh pemerintah melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pemerintah mengalokasikan Rp1,6 triliun dalam APBN 2012 dan Rp2,05 triliun dalam APBN-P 2013 untuk ganti rugi tersebut.