Home >> >>
Bosan Berita Pilpres, Warga Batam Lebih Tertarik Tonton Saluran Luar Negeri
Kamis , 29 May 2014, 17:31 WIB
VOA
Serial Televisi di Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Masyarakat Batam bosan akan banyaknya kampanye hitam menjelang Pemilihan Presiden melalui media sosial, dan media elektronik sehingga lebih memilih untuk melihat atau mendengarkan siaran dari luar negeri.

"Isi dari sosial media banyak yang menjelek-jelekkan salah satu pasangan. Komentar dari yang pro penulis juga sama, sementara yang kontra nampak membalas dengan tulisan sebaliknya. Ini tidak mendidik, kami merasa bosan karena seolah-oleh pendukung mengetahui persis siapa yang didukungnya. Padahal belum tentu seperti itu," kata warga Batam, Chandra di Batam, Kamis (29/5).

Ia mengatakan, siaran televisi nasional yang berpusat di Jakarta juga tidak kalah memihaknya. Sejumlah televisi mengagung-agungkan pasangan Prabowo-Hatta, sementara beberapa televisi lain mengagung-agungkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Yusuf Kalla.

"Sebagai calon pemilih saya merasa tidak nyaman. Karena bukannya memberikan pencerahan, namun menyuguhkan berita tidak berimbang. Akhirnya saya memilih menonton stasiun televisi asing yang bisa ditonton dengan antena biasa dari Batam," kata dia.

Berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, akhir-akhir banyak memuat isu-isu mengenai masa lalu para calon presiden. Isu-isu tersebut tidak jarang ditanggapi banyak pengguna akun tersebut dengan kata-kata yang kurang pantas.

Warga Belakangpadang, Batam yang berbatasan langsung dengan Singapura, Amir Hasan, menilai saat ini siaran dari televisi asing lebih mendidik dibanding siaran televisi lokal yang hanya menyuguhkan perang politik dan dukung-mendukung dengan menjelekkan pasangan lain.

Meski mengatakan tidak mengikuti perkembangan sosial media, namun ia mengatakan sering mendengar info-info dari masyarakat sekitar dan penumpang pancung (perahu motor tempel) saat membawa penumpang dari Batam ke Belakangpadang dan sebaliknya.

"Yang dibicarakan rata-rata dukung mendukung calon. Bahkan mereka terkadang saling menjelek-jelekkan calon lain yang tidak didukung seolah mereka mengetahui benar siapa yang didukungnya," kata dia.

Saat tidak mengoperasikan pancungnya, kata dia, dia memilih menikmati siaran televisi Singapura atau Malaysia yang dinilai lebih memberikan pencerahan.

Pengamat Sosial dan Politik dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Suradji mengatakan banyaknya kampanye hitam di media sosial berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat.

"Kalau seperti itu (kampanye hitam) terus dilakukan, maka akan mengadu domba masyarakat. Dampaknya akan memecah belah persatuan di masyarakat," kata dia.

Ia mengatakan seharusnya elit-elit politik tidak menyerang pribadi calon presiden dan wakil presiden dan melakukan kampanye dengan cara lebih etis.

"Cara-cara seperti itu tidak akan memberikan pendidikan politik yang baik pada masyarakat. Serta tidak akan menuai simpati masyarakat untuk memuluskan niatnya," kata dia.

Suradji mengkhawatirkan jika cara-cara seperti itu terus dilakukan, akan terjadi kerusuhan saat pemilihan presiden pada 9 Juli 2014 nanti.

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Kepri, Aminuddin Hadi mengatakan siaran dalam televisi atau media elektronik lainnya sudah tidak seimbang dan terlalu mengeluh-elukan satu calon dan menjatuhkan calon lain.

"Televisi berjaringan yang berpusat di Jakarta hampir semua siarannya sampai di Batam dan Kepri. Apa yang disampaikan membuat masyarakat tidak simpatik lagi," kata dia.

Hal tersebut, kata dia, wajar jika masyarakat memilih siaran dari televisi luar negeri dan media elektronik dari luar negeri.

Pemilu presiden akan diikuti oleh dua pasangan capres dan cawapres, yaitu Prabowo-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Yusuf Kalla.

Redaktur : Muhammad Hafil
Sumber : Antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar