Pasangan Peserta Pemilu Presiden 2014 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla menyampaikan visi dan misinya saat Debat Capres-Cawapres di Jakarta, Senin (9/6).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Miftah Thoha mengutarakan pandangannya terkait gagasan yang disampaikan calon presiden nomor urut satu Prabowo Subianto dalam debat capres dan cawapres di Balai Sarbini, Senin (9/6) malam.
Kala itu, Prabowo mengungkapkan, gaji pejabat pegawai negeri sipil (PNS) termasuk di dalamnya hakim, jaksa hingga polisi, akan dinaikkan agar pembobolan anggaran negara dan daerah, bisa diminimalisir.
Menurut Miftah, gagasan tersebut belum pernah dicoba sebelumnya. Selama ini, pemerintah belum memberikan solusi itu lantaran alasan klasik yaitu ketersediaan anggaran yang minim.
Namun demikian, Miftah menyebut gagasan itu dapat dicoba dengan syarat reformasi birokrasi yang telah berjalan, ditingkatkan kualitasnya. Misalnya struktur kepegawaian yang digemuk dirampingkan. Hal ini, kata Miftah, bisa mengimbangi kenaikan gaji pejabat yang diusulkan.
"Saya tunggu gagasan ini dijalankan jika Prabowo-Hatta terpilih nanti," ujar Miftah kepada Republika, Rabu (11/6).
Dalam kesempatan yang sama, Miftah juga mengutarakan pandangannya terkait gagasan yang disampaikan capres nomor urut dua, Joko Widodo. Kala itu, Jokowi merencanakan lelang jabatan di semua level kementerian/lembaga. Miftah menyebut, tanpa diprogramkan pun, lelang jabatan sudah harus dilakukan. Tujuannya jelas yakni jabatan-jabatan harus diisi persona yang kompeten.
Gagasan ini pun selaras dengan UU Aparatur Sipil Negara yang baru saja disahkan beberapa waktu lalu. "Sekarang yang menjadi pejabat masih ada yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Tak perlu program. Itu (lelang jabatan) sudah harus dijalankan," ujar Miftah.