REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) dianggap belum mengedepankan isu-isu pertahanan keamanan nasional dalam kampanye-kampanye mereka. Padahal isu pertahanan dan keamanan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi suatu negara.
"Padahal bagi sebuah negara, isu ini tidak kalah penting dengan isu ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan," kata pemerhati sejarah militer dari LPMM Tan Malaka, Erwin Jose Rizal saat dihubungi Republika, Ahad (22/6).
Erwin melihat kedua capres lebih mengedepankan isu yang bersifat populis seperti kesejahteraan ekonomi dan pendidikan. Ini menurutnya tidak lepas dari kepentingan pragmatis kedua capres dalam menghadapi pemilu presiden 9 Juli 2014. "Dalam konteks itu mereka ingin mengadopsi suara terbanyak," ujar Erwin.
Mestinya kedua capres juga memberikan pandangan komprehensif kepada masyarakat soal konsep pertahanan dan keamanan Indonesia. Erwin menyatakan, dalam era globalisasi seperti sekarang ini, konsep kesejahteraan ekonomi yang memukau tidak akan berarti banyak tanpa dibarengi konsep pertahanan keamanan yang komprehensif. "Harusnya isu keamanan pertahanan tetap dibicarakan secara terbuka. Karena masyarakat juga perlu tahu," katanya.
Erwin misalnya mencontohkan para capres perlu menyampaikan pandangannya soal konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan dua negara besar yakni Cina dan Jepang. Menurutnya konflik perebutan Laut Cina Selatan berpengaruh besar terhadap pembangunan ekonomi kawasan di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Sebab, imbuh Erwin, eksport import Indonesia masih banyak mengandalkan perairan laut dari Selat Malakan hingga perairan pasifik Laut Cina Selatan. "Gangguan di Laut Cina Selatan akan berpengaruh terhadap stabilitas di kawasan selat Malaka," ujarnya.
Erwin melihat Prabowo lebih bisa diharapkan dalam membangun konsep pertahanan dan keamanan dalam negeri. Ini karena Prabowo memiliki pengalaman pendidikan militer di Amerika Serikat dan kedekatan hubungan dengan Cina. "Dia akan melihat pentingnya menjaga keseimbangan pertahanan di Asia Tenggara maupun Asia Timur sebagai penunjang pembangunan ekonomi," ujarnya.
Sementara Jokowi, kata Erwin, masih berfokus pada upaya pembangunan ekonomi tanpa melibatkan konsep pertahanan keamanan. "Mungkin Jokowi belum melihat pertahanan sebagai hal penting menunjang kemajuan ekonomi," katanya.