Acara Debat Capres-Cawapres di Balai Sarbini, Jakarta, Senin (9/6). (Republika/Edwin Dwi Putranto)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Firmanzah, mengusulkan agas siapapun yang terpilih sebagai presiden hasil Pemilu 2014 berhati hati dalam membuat program 100 hari kerja, khususnya terkait dengan keuangan negara pada APBN 2014 dan 2015.
Dalam diskusi "Pilar Negara: Kabinet Pasca Pilpres 2014" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (23/6), Firmanzah menyebutkan ke depan tantangan presiden terpilih semakin kompleks, baik dari dalam maupun luar negeri.
"Pasar bebas ASEAN atau Asean community dengan berbagai konsekuensinya akan diberlakukan mulai Desember 2015," kata dia.
Mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini menjelaskan, setelah presiden terpilih dilantik pada 21 Oktober 2014, sudah harus menghadapi pertemuan kepala negara dari 20 negara kekuatan ekonomi dunia (G20) pada Nopember 2014 di Australia.
Presiden Indonesia sudah harus mengikuti pertemuan dengan kepala negara antara lain, Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Rusia, Tiongkok, dan sebagainya. Apalagi dalam forum internasional, kata dia, seorang presiden tidak didampingi oleh seorang pun sehingga dirinya harus mampu berbicara dan menjelaskan berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan kawasan.
"Di mana pimpinan negara akan berbeda pendapat sesuai kepentingan negaranya masing-masing," katanya.
Ia menambahkan, pada 2015 Amerika Serikat juga akan mengurangi "capital out flow" atau uang keluar sehingga presiden terpilih harus mampu mengantisipasi hal ini.
Sementara itu, kata Firmanzah, tantangan dari dalam negeri yakni presiden harus terus berusaha mengurangi BBM bersubsidi, untuk efisiensi keuangan negara.
Presiden terpilih, kata dia, harus membentuk kabinet profesional, yang bisa mewujudkan janji-janji politiknya selama debat capres.
"Merealisasikan visi misi ke dalam program pembangunan tersebut tidak semudah berkampanye. Presiden harus membentuk kabinet kerja keras tapi lebih persuasif," ujarnya.