Home >> >>
Netralitas Aparat Dipertanyakan
Ahad , 06 Jul 2014, 12:47 WIB
Antara
Sejumlah anggota Polwan satuan Dalmas Polda Banten beraksi saat simulasi pengamanan Pemilu 2014, di Alun-alun Serang, Banten, Sabtu (8/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga hari menjelang pemungutan suara Pilpres pada 9 juli mendatang salah satu yang masih menjadi permasalahan dan ancaman terselenggaranya pilpres yang bersih dan jujur adalah terkait netralitas institusi keamananan. Meski berulangkali pimpinan TNI, Polri, maupun BIN menegaskan netral, namun dalam praktiknya ketiga institusi tersebut tidak dalam posisi yang benar - benar netral. 

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan UNPAD, Muradi, menjelaskan manuver oknum dari tiga institusi keamanan tersebut di lapangan di temukan berbagai indikasi ketidaknetralan yang berujung pada tercorengnya penyelenggara pilpres. "Pengkondisian dan pengarahan dukungan untuk salah satu calon secara massif telah mencederai hakikat pelaksanaan pemilu itu sendiri," imbuhnya, kepada //Republika//, Ahad (6/7).

Langkah ini mengancam dua hal substansial. Pertama, hasil pemilu tidak akan legitimate dan mengikat seluruh komponen bangsa. Potensi terjadinya penolakan atas hasil pemilu akan mengarah kepada konflik yang merugikan seluruh komponen bangsa.

Kedua, tercederainya esensi institusi keamanan yang profesional, sehingga ketiganya besar kemungkinan akan kembali di bawah kontrol rezim yang berkuasa untuk kepentingan penguasa.

Institusi keamanan harus secara efektik memastikan bahwa personil dan anggotanya tetap berlaku netral dan menjaga jarak dari praktik politik saat ini. Ada tiga hal yang mesti dilakukan oleh petinggi tiga aktor keamanan tersebut. Pertama, mengefektikan pengawasan internal dengan mengedepankan hukuman maksimal bagi oknum anggota dan personil yang tertangkap tangan dan terindikasi tidak netral. Hukuman tersebut bisa dengan kurungan, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemecatan. Tergantung besaran keterlibatan dalam dukung mendukung.

Kedua, untuk hal tersebut, masing - masing internal institusi keamanan disarankan untuk membentuk semacam satgas khusus memantau tugas dan keterlibatan oknum personil.

Ketiga, mengintegrasikan pengawasan internal tersebut dengan bawaslu dan penyelenggara pemilu lainnya untuk menyerap informasi yang lebih integratif agar dalam pemprosesan setiap kasus yang melibatkan oknum personil dapat segera ditindaklanjuti

Muradi menjelaskan, yang paling penting adalah posisi dari pimpinan masing - masing institusi keamanan untuk tetap berkomitmen netral dan menjaga jarak. Akan enjadi tidak berarti  yang dilakukan TNI, Polri maupun BIN, apabila komitmen pimpinannya tidak jelas dan tegas. Harus digarisbawahi bahwa institusi keamanan jangan menjadi pemghalang bagi proses perubahan politik yng tengah berlangsung. 

Redaktur : Muhammad Hafil
Reporter : Erdy Nasrul
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar